Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus dugaan kartel tiket pesawat terbang di Indonesia tahun 2018-2019 menuai hasil. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bersalah tujuh maskapai penerbangan nasional terkait penetapan harga. Namun tidak ada sanksi bagi ketujuh maskapai penerbangan nasional.
KPPU telah menyelidiki perkara terkait lonjakan harga tiket pesawat selama periode 2018–2019. Penyelidikan ini merupakan inisiatif KPPU guna mengusut tiket pesawat mahal pada penerbangan domestik pada tahun 2018-2019.
Baca juga: Youtuber paling laris Baim Wong juga handal berbisnis, ini daftarnya
Ada tujuh maskapai yang menjadi terlapor kasus tiket pesawat mahal. Mereka diduga melanggar pasal 5 dan pasal 11 UU nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ketujuh terlapor itu antara lain Garuda Indonesia (terlapor 1), Citilink Indonesia (terlapor 2), Sriwijaya air (terlapor 3), Nam Air (terlapor 4), Batik air (terlapor 5), Lion air (terlapor 6) dan Wings air (terlapor 7).
"Menyatakan bahwa terlapor 1, terlapor 2, terlapor 3, terlapor 4, terlapor 5, terlapor 6, dan terlapor 7 terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 5 UU nomor 5 tahun 1999," kata Ketua Majelis Komisi Kurnia Toha saat membacakan putusan, Selasa (23/6).
Meski begitu, KPPU menyatakan bahwa lonjakan harga tiket tidak terkait kartel. "Menyatakan bahwa terlapor 1, terlapor 2, terlapor 3, terlapor 4, terlapor 5, terlapor 6, dan terlapor 7 tidak terbukti melanggar pasal 11 UU nomor 5 tahun 1999," ujar Kurnia.
Baca juga: Harga mobil bekas Nissan Terrano Juni 2020 mulai dari Rp 40 jutaan, ini lengkapnya
KPPU juga merekomendasikan agar Kementerian Perhubungan memperbaiki regulasi terkait tarif batas bawah dan tarif batas atas harga tiket pesawat. Regulas tersebut menjadi penyebab tingginya harga tiket penerbangan domestik.
Kuasa Hukum Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia, Normalita Malik mengatakan, perkara ini bukanlah kartel yang dilakukan kliennya. Perkara ini karena penentuan tarif batas bawah (TBB) dan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat yang tidak pernah dirubah Kementerian Perhubungan selaku regulator.
Sebab itu, KPPU dalam rekomendasinya meminta Kemenhub untuk memperbaiki kebijakan tersebut. "Majelis sudah memahami ini perkara karena TBA TBB yang tidak pernah diubah oleh Kementerian Perhubungan, sehingga ada rekomendasi kementerian perhubungan mengubah setiap tahun TBA. Jadi TBA TBB diset tahun 2016 (Permenhub nomor 14 Tahun 2016), setiap tahun ada biaya produksi, tetapi TBA TBB tidak pernah dinaikkan, maka secara bisnis kan konsekuensi jadi biaya produksi tinggi ya harga kan akhirnya bergerak menuju TBA itu kan penyebab karena TBA tidak pernah di adjust padahal biaya operasi sudah tinggi, dalam kacamata kami, itu bukan kartel," jelas Normalita ketika ditemui usai sidang.
Baca juga: Gojek PHK ratusan karyawan, empat layanan ini dihentikan
Menurut Normalita, hal itu terkait pertimbangan bisnis. Yakni ketika biaya produksi tinggi, maka harga juga mengikuti. Menindaklanjuti putusan KPPU, Ia menyebut akan mempelajari putusan itu dan akan membicarakan hal itu dengan kliennya terkait langkah apa yang akan diambil selanjutnya. "Itu karena pertimbangan bisnis yang tidak bisa tidak, ketika biaya produksi tinggi tapi harga kita di cap hanya bisa segini kan pasti kita bergerak menuju TBA itu," ucap dia.
Kuasa hukum Sriwijaya Air dan Nam air, Dovy Brilliant Hanoto mengatakan, pihaknya akan mengkaji lagi pertimbangan majelis. Baru setelah itu, pihaknya akan menentukan langkah selanjutnya. "Saat ini kita belum bisa jauh berkomentar. Kami perlu waktu untuk mempelajari," ujar Dovy ketika ditemui usai sidang.
Kuasa hukum Lion Air Grup, Habibie Mustaring mengaku pihaknya keberatan dengan putusan KPPU. Ia mengklaim, kliennya tidak melakukan apa yang dituduhkan KPPU.
Baca juga: Ingin jadi PM Malaysia ketiga kali, Mahathir bidik tuntaskan kasus korupsi lawannya
Meski begitu, dalam menindaklanjuti hal itu, Habibie mengatakan, akan mempelajari terlebih dahulu putusan KPPU. "Kami akan mempertimbangkan dulu dengan principal kami," kata Habibie ketika ditemui usai sidang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News