kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kata pengamat soal RPM Jasa Telekomunikasi


Senin, 18 Desember 2017 / 17:00 WIB
Kata pengamat soal RPM Jasa Telekomunikasi


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk melakukan penyederhanaan lisensi bagi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi (Jastel), dengan merevisi Keputusan Menteri (KM) 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dianggap melanggar Undang-undang Telekomunikasi No 36 Tahun 99.

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala, mengatakan kalau dibaca Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Jastel itu melabrak UU Telekomunikasi, PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

"Saran saya, lakukan administrasi negara dengan benar. Usulkan perubahan UU Telekomunikasi ke parlemen, jangan melakukan inovasi regulasi yang bikin gaduh, kasihan Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) jika menterinya tak sesuai nawacita,” ungkap Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala di Jakarta, Senin (18/12).

Diingatkannya, dalam UU Telekomunikasi jelas disebut tentang Perizinan dalam Pasal 11 dimana dinyatakan izin diberikan dengan memperhatikan tata cara yang sederhana; proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta penyelesaian dalam waktu yang singkat.

“Ketentuan mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi dengan Peraturan Pemerintah. Nah, isi PP No 52 kan jelas belum mengakomodasi “inovasi” ala di RPM Jastel itu. Nanti ini bisa menjadi debat kusir di industri,” katanya.

Diingatkannya, cara-cara inovasi regulasi yang terkesan memangkas birokrasi tetapi menyimpan potensi konflik sangat berbahaya dilakukan mengingat sektor telekomunikasi selama ini berkontribusi besar bagi pendapatan negara.

“Idealnya ada pegangan hukum yang jelas dan kuat secara hukum. Kalau hanya bentuk Peraturan Menteri, rawan sekali menjadi perdebatan yang tak berujung,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan tetap akan mendorong menyederhanakan lisensi bagi pemain Jasa Telekomunikasi (Jastel) melalui revisi Keputusan Menteri (KM) 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.

RPM ini sangat progresif karena berhasil menyederhanakan 16 Peraturan Menteri (PM) menjadi 1 RPM terkait Jasa Telekomunikasi. Selain itu juga menyederhanakan 12 jenis izin menjadi hanya satu izin.

"PM tersebut justru dibuat untuk mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi nasional dan tidak bertendensi adanya keberpihakan apalagi memberi karpet merah kepada industri telekomunikasi asing sebagaimana diisukan sebelumnya," kata Dirjen Penyelanggara Pos dan Informatika Kominfo Ahmad M Ramli.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×