Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua raksasa transportasi online, yakni Grab dan Gojek, diisukan mulai menjalin kesepakatan merger. Rencana merger tersebut dinilai belum tentu berpengaruh besar terhadap industri transportasi online di Indonesia.
Pengamat Transportasi dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyampaikan, di masa sekarang, tiap perusahaan transportasi mesti bisa mengadopsi sistem daring atau digital.
Namun, bisnis transportasi online sendiri menurutnya masih menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, transportasi online dibutuhkan pengembangannya secara cepat.
Di sisi lain, masih timbul kesan ambigu lantaran perusahaan seperti Grab dan Gojek dapat berperan sebagai operator transportasi online sekaligus operator aplikasi yang menyediakan layanan e-commerce hingga hiburan.
Baca Juga: Ini tanggapan Gojek dan Grab usai wacana merger merebak
“Ini menimbulkan masalah terus, karena mereka beberapa kali tidak memenuhi kaidah-kaidah transportasi dengan benar. Masalah ini belum tentu selesai walau terjadi aksi merger,” ungkap Djoko, Kamis (3/12).
Masalah kesejahteraan mitra pengemudi ojek online, baik roda dua maupun roda empat, juga perlu diperhatikan di tengah rencana merger Grab dan Gojek.
Djoko menyebut, pihaknya belum punya data real terkait perkembangan pengemudi atau driver ojek online. Namun, berdasarkan pengamatannya dengan komunitas pengemudi ojek online, ia menilai bahwa bisnis transportasi online pun cukup tertekan di masa pandemi Covid-19.
Dalam hal ini, jumlah pengemudi ojek online mengalami penurunan. Banyak dari mereka yang kembali menjalani profesi awal sebelum menjadi pengemudi ojek online. Hal ini seiring berkurangnya pendapatan dan bonus.
Baca Juga: Begini plus dan minus jika Grab dan Gojek merger
Dia menambahkan, sejak awal berdiri, pihak Grab dan Gojek selaku operator transportasi online sebenarnya tidak membatasi jumlah pengemudi. Alhasil, jumlah mereka sempat membludak dengan tingkat persaingan yang tinggi. Kondisi mempengaruhi kemampuan tiap pengemudi untuk memperoleh pendapatan maupun bonus.
Baca Juga: Kata KPPU terkait isu merger antara Gojek dan Grab
“Masyarakat yang jadi driver awalnya hanya lihat bonus yang besar, padahal lama-lama menurun seiring jumlah yang terus bertambah. Ditambah, sekarang ada pandemi yang membuat mobilitas orang berkurang,” terang dia.
Djoko berharap, pemerintah bisa lebih berperan dalam mengawasi kinerja Grab dan Gojek, terutama ketika keduanya benar-benar jadi merger. Pengawasan tersebut dapat mencakup beberapa kementerian.
Mulai dari Kementerian Perhubungan yang mengawasi aspek transportasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengawasi aspek aplikasi digital, hingga Kementerian Ketenagakerjaan yang mengawasi aspek kesejahteraan pengemudi.
Selanjutnya: Diisukan merger, begini tanggapan Gojek dan Grab
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News