Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai negara besar yang terdiri dari ribuan pulau, Indonesia dianugerahi sumber daya energi yang melimpah. Indonesia pun berkesempatan besar untuk memaksimalkan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) yang akan mendatangkan manfaat bagi kelangsungan hidup negara di masa mendatang.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM FX Sutijastoto mengatakan, sumber EBT di Indonesia sangat beragam dan bervariasi. Ambil contoh di Sumatra yang kaya akan energi air karena terdapat beberapa sungai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pembangkit listrik mini-hydro. Di samping itu, ada pula wilayah Selayar, Morotai, hingga Halmahera yang kaya akan energi angin.
Indonesia juga memiliki kekayaan energi biomassa. Energi tersebut tak hanya memanfaatkan sampah kota yang diproses menjadi biomassa, melainkan juga sisa-sisa tumbuhan di perkebunan.
Baca Juga: Melongok langkah Pertamina mendorong peralihan menuju energi terbarukan
Agar potensi itu maksimal, pemerintah berupaya mengintegrasi pengembangan EBT dengan pembangunan ekonomi. "Jadi strategi pemerintah adalah membangun pusat ekonomi baru di wilayah sekitar sumber EBT. Ini bisa mendorong harga EBT tersebut menjadi lebih kompetitif," ujar Sutijastoto ketika ditemui Kontan.co.id, Rabu (20/11).
Pemerintah memiliki target tingkat penggunaan EBT sebanyak 23% pada 2025 nanti. Karenanya, pemerintah mendukung berbagai upaya percepatan implementasi EBT di tanah air, termasuk dukungan dari pihak swasta.
Sutijastoto menyebut, tiap tahun kebutuhan dana untuk pengembangan EBT bisa mencapai Rp 30 triliun. Di sisi lain, anggaran di Kementerian ESDM hanya mencapai Rp 7 triliun. Adapun anggaran untuk Direktorat Jenderal EBTKE hanya sekitar Rp 1,3 triliun. "Kalau tidak ada dukungan investasi dari pihak swasta, EBT akan susah diterapkan," imbuhnya.
Baca Juga: Energi fosil mulai tergantikan, begini respon perusahaan batubara
Pemerintah pun berusaha menyiapkan regulasi yang memudahkan investasi di sektor EBT, termasuk kemudahan untuk mengakses atau menggunakan EBT di berbagai kalangan.
Sebagai contoh, pemerintah menurunkan beban minimum listrik menyala dalam satu bulan dari 40 jam menjadi 5 jam. Hal ini mengubah formula penghitungan biaya kapasitas pemasangan PLTS Atap untuk golongan industri yang tercantum di Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2019.
Selain itu, percepatan pengembangan EBT di Indonesia juga dilakukan dengan kerja sama antara pemerintah dengan berbagai negara yang sudah maju dalam urusan penggunaan energi hijau. Misalnya, pemerintah telah bekerja sama dengan Jerman sejak 1992 untuk pengembangan EBT.
Baca Juga: Menteri ESDM: Kebutuhan listrik tiap tahun bertambah 5.000 MW
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Jerman untuk Indonesia Peter Schoof menyampaikan, pemerintah Jerman telah memberikan bantuan hingga € 2 miliar untuk program pengembangan EBT di Indonesia. "Kami berharap Jerman dapat menjadi role model bagi Indonesia. Kami juga menargetkan di tahun 2035 nanti Jerman bisa 100% menggunakan EBT," kata Schoof di Jakarta, hari ini.
Sutijastoto berharap kerja sama dengan negara lain tak hanya soal pendanaan saja, melainkan juga transfer teknologi dan ilmu pengetahuan sehingga kualitas sumber daya manusia juga ikut meningkat bersamaan pengembangan EBT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News