Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ahli kembali mendesak Pemerintah Indonesia untuk semakin proaktif dalam mempersiapkan kebutuhan pasokan energi di masa depan. Melalui perkiraan kebutuhan listrik Indonesia dapat tumbuh mencapai 10 kali lipat pada tahun 2060.
Penasihat Transisi Energi dari Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia yang juga menjadi Periset Utama bagi Long Term Energy Scenario, Yudiandra Yuwono menjelaskan, melihat kebutuhan listrik yang semakin tinggi dan kewajiban melaksanakan transisi energi, teknologi penyimpanan energi akan semakin dibutuhkan.
“Untuk mencapai target net-zero emissions pada tahun 2060 dan mengurangi ketergantungannya pada energi fosil, teknologi baterai dan pompa penyimpanan akan berperan penting dalam transformasi sektor energi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (28/6).
Baca Juga: Kebutuhan Transisi Energi Besar, IESR: Dibutuhkan 10%-15% Hibah dari Skema JETP
Analisis Skenario Energi Jangka Panjang (Long-Term Energy Scenario (LTES) memberikan rekomendasi, bahwa pada tahun 2050, teknologi penyimpanan energi akan menyumbang 10% dari total kapasitas pembangkitan energi.
Teknologi penyimpanan energi diperkirakan berkembang sangat cepat dalam satu dekade ke depan dan sangat penting bagi Indonesia untuk melaju dengan kecepatan yang sama dalam perkembangan teknologi dan membahas tantangan-tantangan yang ada. Beberapa usaha yang harus dilakukan antara lain, meningkatkan kapabilitas sektor industri untuk mengintegrasi teknologi pada interkoneksi jaringan ketenagalistrikan.
Yuwono juga menyoroti kebutuhan Indonesia meningkatkan interkonektivitas jaringan antar pulau, terutama antara Pulau Jawa dan pulau-pulau besar lainnya. Upaya ini dilakukan sebagai langkah mempersiapkan masa depan.
Dia menjelaskan, potensi energi terbarukan sangat bergantung pada kondisi geografis sebuah negara, dengan adanya interkonektivitas, Indonesia dapat menggunakan potensi energi terbarukannya secara maksimal.
Strategi ini dapat memperkuat keandalan dan keamanan sistem jaringan ketenagalistrikan dan meningkatkan efisiensi dalam proses distribusi.
Manajer Program CASE Indonesia, Agus Tampubolon mengatakan bahwa penggunaan teknologi interkoneksi jaringan dan penyimpanan energi sangat penting bagi Indonesia, terutama sebagai investasi jangka panjang.
“Teknologi ini tidak dipandang sebagai beban dari pilihan Indonesia bertransisi menuju energi terbarukan,” ujarnya.
Teknologi interkoneksi dan penyimpanan energi dapat meningkatkan ketersediaan energi dan keandalan sistem.
Baca Juga: Kerjasama Honda &Universitas Indonesia di Bidang Edukasi & Riset Elektifrikasi
Di sisi lain, dengan teknologi penyimpanan energi yang semakin terjangkau, digabungkan dengan interkoneksi antar pulau, biaya pembangkitan listrik dari energi terbarukan akan semakin murah.
Penasehat Senior/Pemimpin Tim Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE), Program Energi GIZ Indonesia, Deni Gumilang memaparkan peran Program CASE dan kontribusinya untuk mengubah narasi transisi di Indonesia dengan advokasi berbasis bukti.
Beberapa topik utama yang diusung oleh CASE antara lain, tentang peningkatan penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi, dekarbonisasi sistem ketenagalistrikan, pembiayaan energi berkelanjutan, pemodelan energi, dan aspek-aspek komunikasi.
Saat ini Program CASE sedang mengembangkan pemodelan Long Term Energy Scenario yang berkaca dari tren energi dan model-model net-zero emissions yang dapat digunakan untuk mendukung narasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News