Reporter: Filemon Agung | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - BANDUNG. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengakui butuh usaha ekstra untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.
Sekretaris SKK Migas Taslim Z. Yunus mengungkapkan, kebutuhan minyak dalam negeri mencapai 1,4 juta barel per hari (bph). Kebutuhan ini diakui belum bisa dipenuhi dari produksi minyak dalam negeri.
Bahkan, komitmen untuk mencapai 1 juta bph pada 2030 pun dinilai masih menghadapi tantangan.
"Produksi minyak kita cuma 615.000 bph, untuk mencapai 1 juta barel diperlukan suatu upaya ekstra kuat," kata Taslim dalam Forum Group Discussion SKK Migas dan KKKS di Bandung, Senin (3/10).
Baca Juga: Pertamina Siap Kerek Kontribusi Produksi Migas Nasional
Taslim mengungkapkan, jika kebutuhan minyak tidak bisa dipasok dari dalam negeri maka akan ada potensi peningkatan impor terutama saat harga komoditas sedang tinggi.
Selain itu, pengembangan hulu migas diakui kini masih menghadapi tantangan di mana investasi Energi Baru Terbarukan (EBT) kian marak.
Taslim memastikan, diperlukan juga dukungan dari pemerintah daerah untuk bisa menciptakan iklim investasi yang menarik bagi para calon investor.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) Ridwan Kamil mengungkapkan, pihaknya memperjuangkan hak partisipasi 10% dari blok-blok migas yang ada untuk daerah.
"Belum banyak, baru Jawa Barat, Kalimantan Timur, sebentar lagi Aceh," ungkap Ridwan.
Baca Juga: Gas akan Diandalkan Sebagai Tulang Punggung Transisi Energi
Ridwan melanjutkan, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) umumnya mengalami tantangan dari sisi pendanaan dalam hal pengelolaan hulu migas.
Ridwan mengungkapkan, jika pengelolaan hak partisipasi dapat dikelola secara optimal oleh daerah maka ada keuntungan besar yang bisa diperoleh.
"Bagi hasil operasi di daerah contohnya Jawa Barat dapat Rp 300 miliar per tahun dari (PHE) ONWJ," pungkas Ridwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News