Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Azis Husaini
Tujuh bulan sudah Ignasius Jonan menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tepat 14 Oktober lalu, mantan Menteri Perhubungan ini mendapatkan mandat menyelesaikan sejumlah warisan pekerjaan rumah (PR) yang ditinggalkan pendahulunya, yaitu Sudirman Said.
Salah satu pekerjaan rumah di sektor migas adalah memperbaiki iklim investasi hulu migas yang lesu di tengah rendahnya harga minyak mentah dunia dan meningkatkan produksi dan cadangan migas yang turun.
Selain itu, Jonan diharapkan memberikan jalan keluar bagi sejumlah proyek-proyek besar migas di antaranya proyek Masela. Namun selama tujuh bulan menjabat, Blok Masela masih juga jalan di tempat. Revisi plan of development (POD) tidak berjalan. Bahkan pre feed untuk menyusun revisi PoD belum juga dimulai.
Menengok soal iklim investasi dan produksi migas Indonesia juga tidak banyak perubahan. Di awal menjabat, Jonan menekan SKK Migas agar mampu memproduksi minyak hingga 825.000 barel per hari (bph). Nyatanya, rata-rata produksi minyak Indonesia masih sekitar 815.000 bph.
Soal penambahan cadangan migas masih jauh dari harapan. Maklum saja, kegiatan eksplorasi di Indonesia makin minim. Jonan sering beralasan harga minyak jadi penyebab lesunya investais hulu migas yang berdampak pada kegiatan eksplorasi yang minim.
Biarpun begitu, Jonan tetap berusaha mengubah kondisi hulu migas Indonesia, di antaranya mengubah skema kontrak kerja sama dari production sharing contrak (PSC) menjadi gross split yang aturannya terbit Januari 2017 lalu. Namun sambutan skema gross split adem ayem. Melalui Indonesia Petroleum Association (IPA), perusahaan migas berharap ada ruang bagi pemerintah memperbaiki skema gross split.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyebut pemerintah siap mengubah peraturan jika dibutuhkan. "Gross split adalah produk manusia. Kalau ada hal yang tidak bekerja, kami terbuka diskusi dan melakukan perubahan. Tapi buktikan dulu dimana kami yang tidak bekerja," kata Arcandra pekan lalu.
Sampai saat ini skema gross split belum terbukti lebih ekonomis ketimbang skema PSC. Makanya pemerintah mendengarkan berbagai masukan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS), dengan menerbitkan sejumlah aturan baru setelah adanya skema gross split. Seperti Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 26 tahun 2017 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Pemerintah bahkan mewacanakan akan menerbitkan Permen soal ultra deep water untuk memberikan insentif bagi perusahaan migas yang mengerjakan proyek ultra deep water. Di luar peraturan itu Jonan bilang, pemerintah telah mengupayakan mempercepat perizinan.
Selain insentif ultra deep water, Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja bilang, akan ada aturan mengenai penggunaan teknologi pemulihan minyak atau enhance oil recovery (EOR). Teknologi ini untuk meningkatkan produksi.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, mengatakan, dari sisi substansi, masih ada beberapa regulasi yang kurang sejalan dengan KKKS. "Seperti soal alokasi dan harga gas. Regulasi gross split juga banyak keluhan," katanya.
Menurutnya, kepentingan KKKS dan pemerintah tidak sepenuhnya sama. Seperti kebijakan penurunan harga gas, justru memberatkan bisnis KKKS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News