kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kelembagaan hulu migas jadi sorotan, Komisi VII DPR: Akan dibahas di revisi UU Migas


Senin, 12 Oktober 2020 / 18:04 WIB
Kelembagaan hulu migas jadi sorotan, Komisi VII DPR: Akan dibahas di revisi UU Migas
ILUSTRASI. Perusahaan hulu migas


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang-Undang (UU) Cipta Kerja alias Omnibus Law turut mengubah sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Sayangnya, ada isu krusial yang tak dibahas dalam omnibus law klaster tersebut, yakni terkait dengan kelembagaan di sektor hulu migas.

Semula, draft omnibus law menghapus keberadaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), dan mengubahnya menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus.

Namun belakangan, BUMN Khusus di hulu migas itu pun tidak tercantum dalam omnibus law. Padahal, kepastian mengenai kelembagaan di hulu migas itu dinilai penting dan sangat mendesak.

Baca Juga: Tak Hanya Buruh, Omnibus Law Cipta Kerja Ikut Memicu Polemik di Industri Migas

Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) pun menyoroti hal tersebut. Ketua Umum Aspermigas John S. Karamoy menekankan, kelembagaan sektor hulu migas harus diperjelas dengan payung hukum yang lebih tegas. Menurutnya, fungsi dari lembaga tersebut juga mesti diperjelas, karena hal tersebut penting bagi iklim investasi hulu migas di Indonesia.

Saat ini, status SKK Migas hanya berada di bawah Peraturan Presiden (Perpres). "Sebaiknya status hukum SKK Migas yang hingga saat ini masih di bawah payung hukum Perpres diperjelas statusnya, beserta dengan fungsinya sebagai regulator agar jelas dan friendly di mata investor," kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (12/10).

Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Abdul Wahid menyampaikan bahwa secara umum, omnibus law memang tidak banyak mengubah pengaturan terkait migas. Perubahan yang ditekankan ialah terkait berizinan berusaha.

Sedangkan isu isu krusial lainnya akan dibahas dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi alias UU Migas. "Secara umum soal migas tidak banyak berubah, kecuali soal perizinan berusaha. yang lain sesuai eksisting," kata Abdul saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (9/10).

Padahal, menurut pengamat migas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto, adanya perubahan rezim dari kontrak kerja sama ke perizinan berusaha di omnibus law, sesungguhnya semakin menunjukkan betapa pentingnya kejelasan lembaga yang mengatur di hulu migas.

Baca Juga: Perubahan kontrak hulu migas jadi perizinan di UU Cipta Kerja dinilai rancu

Masalahnya, meski mengatur perubahan dari rezim kontrak diubah ke perizinan, dalam Omnibus Law ini belum diatur secara jelas mengenai skema perizinan maupun pihak yang memberikan izin.

Alhasil, adanya perubahan rezim kontrak menjadi perizinan, tanpa adanya kelembagaan yang pasti, menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian. "Kelembagaan itu ada hubungannya dengan perizinan. Kalau itu dikeluarkan, arah perubahan (dari kontrak ke perizinan berusaha) menjadi tidak bisa ditebak, rancu, tidak utuh dan akhirnya tidak pasti," jelas Pri.




TERBARU

[X]
×