kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.462.000   9.000   0,37%
  • USD/IDR 16.663   -15,00   -0,09%
  • IDX 8.660   40,02   0,46%
  • KOMPAS100 1.192   10,20   0,86%
  • LQ45 848   1,27   0,15%
  • ISSI 313   2,80   0,90%
  • IDX30 434   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 501   -0,35   -0,07%
  • IDX80 134   1,11   0,84%
  • IDXV30 138   1,59   1,16%
  • IDXQ30 138   -0,09   -0,07%

Kemendag klaim BK kakao progresif sudah adil


Minggu, 01 April 2012 / 15:16 WIB
Kemendag klaim BK kakao progresif sudah adil
ILUSTRASI. Pekerja melihat telepon pintarnya dengan latar belakang layar pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.


Reporter: Handoyo | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Kementerian Perdagangan mengklaim, pengenaan pajak ekspor atau Bea Keluar (BK) kakao secara progresif sebagai keputusan adil bagi eksportir.

Alasannya, penetapan BK sesuai dengan fluktuasi harga kakao di pasar internasional. Hal ini disampaikan oleh Mardjoko, Direktur ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementrian Perdagangan (Kemendag) di Jakarta, Jumat (30/3).

Mardjoko bilang, pengenaan BK progresif yang sudah berjalan selama dua tahun itu sesuai dengan kondisi dilapangan. "Kalau BK dikenakan tarif tetap, nanti menjadi tidak adil," kata Mardjoko (30/3).

Berlakunya BK progresif dinilai mampu menciptakan keseimbangan antara harga jual biji kakao dengan pajak yang mesti dikeluarkan. Sebaliknya, Mardjoko khawatir, pajak keluar biji kakao berupa tarif tetap, bisa memicu kemerosotan harga.

"Bila dikenakan secara tetap, harga kakao dibawah (petani) nanti malah memberatkan," kata Mardjoko. Meski demikian, Mardjoko mempersilahkan pelaku usaha mewacanakan untuk mengusulkan perubahan BK kakao tersebut.

Sebelumnya Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mengatakan, aturan pajak ekspor progresif tidak sejalan dengan pola perdagangan kakao di bursa berjangka. "KB yang progresif tidak sinkron dengan sistem perdagangan kakao," ujarnya.

Dibandingkan produsen kakao lain, seperti Ghana, menurut Zulhefi, negara tersebut menerapkan bea keluar kakao satu harga alias tetap. Setiap ekspor kakao dikenai biaya US$ 80 per ton atau sekitar Rp 750-Rp 800 per kilogram (kg).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×