Reporter: Kenia Intan | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyusun Good Manufacturing Practice (GMP) atau sebuah standar proses produksi ban vulkanisir yang baik. Standar bertujuan mengontrol kualitas ban vulkanisir, khususnya yang diproduksi oleh industri kecil dan menengah.
Sebenarnya, ban vulkanisir sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI), hanya saja sifatnya masih sukarela. Industri-industri ban vulkanisir yang kecil juga mengalami kesulitan untuk memenuhinya.
Baca Juga: Analis Samuel rekomendasi buy on weakness saham GJTL, simak alasannya
Oleh karenanya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyusun Good Manufacturing Practice atau sebuah standar proses produksi ban vulkanisir yang baik. Standar ini sekaligus menjawab anggapan bahwa ban vulkanisir tidak aman.
"Ini tanggal 15 besok itu, ada rapat finalisasi untuk penyusunan draft GMP itu," kata Sekertaris Jendaral Asosiasi Pabrik Vulkanisir Ban Indonesia (Apvubindo) Ahmad Gunawan ketika ditemui di Plasa Pameran Industri, Selasa (09/7).
GMP menjadi penting mengingat sebagian besar pemain industri ban vulkanisir adalah industri kecil dan menegah. Gunawan memaparkan, dari 1200 pemain yang bergabung dalam Apvubindo, setidaknya 85% diantranya adalah industri kecil dan menengah. Sementara sisanya, adalah industri besar dengan omzet minimal Rp 5 miliar.
Baca Juga: Melempem di awal tahun, Goodyear (GDYR) fokus perbaiki kinerja di semester II 2019
Selain itu, ia melihat semakin ke sini ban vulkanisir semakin memiliki potensi untuk berkembang. Gunawan memberikan sedikit gambaran, untuk industri ban vulkanisir kecil dan menengah setidaknya bisa menjual 3 hingga 5 ban sehari. Sementara industri yang besar bisa menjual 30 hingga 50 ban vulkanisir sehari.
Salah satu pendorongnya, dari sisi harga ban vulkanisir kurang lebih 30% lebih murah dari harga ban baru. Sementara dilihat dari kualitasnya tidak berbeda jauh, ban vulkanisir setidaknya memiliki kualitas 90% dari ban baru. Harga menjadi pengaruh signifikan mengingat biaya kedua terbesar dalam kendaraan setelah bahan bakar adalah ban.
Industri ban vulkanisir menjadi penyerap karet terbesar kedua setelah industri ban. " Industri ban vulkanisir menyerapnya sekitar 90 ribu ton karet per tahunnya, kalau ban baru sekitar 120 ribu ton," tutup Gunawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News