Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memaparkan kinerja industri pengolahan non-migas alias sektor manufaktur. Pemaparan ini sebagai bagian dari evaluasi satu tahun kinerja pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan dalam setahun terakhir ini pelaku industri berhadapan dengan dinamika perdagangan global yang mengalami perubahan signifikan. Tantangan utama datang dari kebijakan tarif dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, serta ketegangan geo-politik, khususnya di Timur Tengah.
Kondisi tersebut berdampak terhadap rantai pasok global. Selain itu, dalam periode tertentu memicu kenaikan harga energi dan logistik, yang mengerek biaya produksi dan berdampak terhadap daya saing industri dalam negeri.
Baca Juga: Menperin Rayu Xiaomi untuk Perluas Investasi Produksi Tablet dan Mobil Listrik di RI
Di tengah tantangan itu, Menperin mengungkapkan kinerja industri manufaktur masih bisa tumbuh. Kemenperin mencatat, pada periode triwulan IV-2024 sampai dengan data triwulan II-2025, kinerja sektor manufaktur tumbuh 4,94% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sepanjang triwulan IV-2024 hingga triwulan II-2025, sektor manufaktur memberi kontribusi sebesar 17,24% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. "Ini mencerminkan kecenderungan sektor manufaktur yang tetap ekspansif dan mempertahankan peran strategis sebagai tulang punggung perekonomian," kata Agus dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (20/10/2025).
Dari sisi ekspor, dalam periode Oktober 2024 - Agustus 2025, nilai ekspor sektor manufaktur tercatat sebesar US$ 202,9 miliar. Jumlah itu setara dengan 78,75% dari total ekspor nasional sebesar US$ 257,6 miliar.
Dari sisi investasi, sektor manufaktur menarik investasi senilai Rp 568,4 triliun selama Oktober 2024 - Juni 2025 atau 40,72% dari total investasi nasional. Sejalan dengan itu, hingga Februari 2025 sektor manufaktur menyerap 19,55 juta tenaga kerja atau 13,41% dari total tenaga kerja nasional.
Secara operasional dari sisi pemanfaatan kapasitas produksi, rata-rata tingkat utilisasi industri manufaktur periode Oktober 2024 - Agustus 2025 mencapai 62%.
"Angka ini menunjukkan masih besarnya ruang ekspansi manufaktur nasional untuk mengoptimalkan kapasitas produksinya," ungkap Agus.
Jika dirinci pada masing-masing sub-sektor, Menperin mengungkapkan pada periode triwulan IV-2024 hingga triwulan II-2025, ada delapan sub sektor manufaktur yang tumbuh di atas 5%.
Baca Juga: Peringati HBN 2025, Kemenperin Ungkap Potensi dan Tantangan Industri Batik Nasional
Selain itu, ada lima sub sektor industri yang pertumbuhannya di bawah 5%, serta dua sub sektor yang mengalami kontraksi. Berikut rinciannya:
Sub sektor manufaktur yang tumbuh di atas 5%:
- Industri Logam Dasar, pada periode tersebut tumbuh paling tinggi sebesar 12,27%
- Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki (+8,13%)
- Industri Makanan dan Minuman (+6,18%).
- Industri Barang Logam: Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik (+6,15%)
- Industri Pengolahan Lainnya: Jasa Reparasi, Pemasangan Mesin dan Peralatan (+5,86%)
- Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional (+5,85%)
- Industri Mesin dan Perlengkapan (+5,55%)
- Industri Tekstil dan Pakaian Jadi (+5,36%)
Sub sektor manufaktur yang tumbuh di bawah 5%:
- Industri Furnitur (+3,49%)
- Industri Kertas dan Barang dari Kertas: Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman (+2,55%)
- Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik (+2,27%)
- Industri Pengolahan Tembakau (+0,87%),
- Industri Barang Galian bukan Logam (+0,18%)
Sub sektor manufaktur yang mengalami kontraksi:
- Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan sejenisnya (-1,18%)
- Industri Alat Angkutan (-1,91%)
Baca Juga: Kemenperin Gandeng Asosiasi Makanan dan Farmasi China untuk Memacu Industri Halal
"Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun sektor manufaktur secara umum masih berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional, beberapa sub sektor tertentu membutuhkan perhatian lebih, terutama dalam peningkatan daya saing, efisiensi produksi, dan dukungan pasar," ungkap Agus.
Selain itu, Agus juga membeberkan kinerja sub sektor yang berada di bawah binaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Kemenperin. Berikut rincian kinerja dari periode Oktober 2024 - Juni 2025:
1. Industri Agro
- Pertumbuhan: 5,05%
- Kontribusi terhadap PDB Nasional: 8,98%
- Ekspor: US$ 60,22 Miliar
- Investasi: Rp 155,25 Triliun
- Rata-rata utilisasi: 57,56%
- Serapan Tenaga kerja (per Februari 2025): 9,83 Juta.
Sub sektor makanan dan minuman menjadi penggerak utama dengan pertumbuhan 6,18%, kontribusi 7,07% terhadap PDB, ekspor US$ 45,43 miliar, dan penyerapan 6,64 juta tenaga kerja.
Investasi besar di sub sektor ini hadir melalui peresmian pabrik baru seperti PT Pepsico Indonesia di Cikarang senilai Rp 3,3 triliun, dan PT Pacrim Lestari Food (Cargill) di Lampung senilai Rp 3,2 triliun. Sepanjang tahun 2025, total nilai ekspor industri agro mencapai lebih dari Rp 58 triliun.
2. Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE)
- Pertumbuhan: 4,86%
- Kontribusi terhadap PDB Nasional: 4,27%
- Ekspor: US$ 88,82 Miliar
- Investasi: Rp 266,95 Triliun
- Rata-rata utilisasi: 65,10%
- Tenaga kerja (per Februari 2025): 1,87 Juta.
Industri logam dasar menjadi motor utama dengan pertumbuhan 12,27%,kspor US$ 45,76 miliar, investasi Rp 186,75 triliun, dan utilisasi 73,53%.
Sejumlah proyek strategis memperkuat sub sektor ini, antara lain Pabrik Pipa Seamless di Cilegon, pabrik kendaraan niaga PT Daimler Commercial Vehicles Manufacturing Indonesia (DCMVI) di Cikarang, dan pabrik panel surya PT Trina Mas Agra Indonesia di Kendal.
3. Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT)
- Pertumbuhan: 4,75%
- Kontribusi terhadap PDB Nasional: 3,87%
- Ekspor: US$ 47,95 Miliar
- Investasi: Rp 136,26 Triliun
- Rata-rata utilisasi: 66,47%
- Tenaga kerja (per Februari 2025): 6,71 Juta.
4. Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA)
- Pertumbuhan: 5,86%
- Kontribusi terhadap PDB Nasional: 0,12%
- Ekspor: US$ 9,38 Miliar
- Investasi: Rp 9,90 Triliun
- Rata-rata utilisasi: 60,96%
- Tenaga kerja (per Februari 2025): 1,15 Juta.
Baca Juga: Kinerja Indeks Sektor Perindustrian Tumbuh 53,40%, Simak Prospeknya hingga Akhir 2025
Ditjen IKMA turut mengembangkan 57 Sentra IKM pada 2024, dengan 42 di antaranya sudah beroperasi dan mencatat peningkatan omzet serta kapasitas produksi rata-rata 60%. Pada 2025, pengembangan difokuskan pada integrasi Sentra IKM dalam kawasan industri di Morowali, Gresik, dan Bintan.
Sedangkan untuk kinerja Ditjen Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII), Menperin mengungkapkan tambahan sembilan kawasan industri dalam satu tahun terakhir. Termasuk empat kawasan industri di luar Pulau Jawa.
Saat ini, Indonesia memiliki 173 kawasan industri dengan total luasan lahan 97.345,4 hektare. Total tenan di kawasan industri mencapai 11.970 perusahaan, yang menyerap 2,35 juta tenaga kerja. Secara keseluruhan kawasan industri dan tenan di dalamnya menyerap investasi senilai Rp 6.744,58 triliun.
Selanjutnya: Chairman BitMine: Harga Ethereum Saat Ini Adalah Sinyal untuk Membeli
Menarik Dibaca: Lanjut Menguat, IHSG Kembali ke Atas 8.100 Pada Selasa Pagi (21/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News