kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kementerian ESDM lakukan uji coba perdagangan karbon dengan 80 unit PLTU batubara


Jumat, 01 Oktober 2021 / 15:44 WIB
Kementerian ESDM lakukan uji coba perdagangan karbon dengan 80 unit PLTU batubara
ILUSTRASI. PT PLN (Persero) telah memproduksi energi listrik sebesar 85.015 megawatt per hours (MWh) atau setara 291,1 MW dari mengimplementasikan Co-firing di 18 lokasi PLTU hingga Juli 2021.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian ESDM telah melakukan uji coba perdagangan karbon dengan 80 unit PLTU batu bara. Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Wanhar mengatakan, pelaksanaan uji coba bertujuan untuk memperkenalkan perdagangan karbon kepada para pemangku kepentingan dengan konsep Nilai Ekonomi Karbon (NEK), menggunakan skema cap & trade, dan offset.  

"Diharapkan uji coba ini dapat menjadi pendorong bagi sektor lain untuk menerapkan perdagangan karbon,” ujarnya Webinar “Menuju Masa Depan Rendah Emisi” yang diselenggarakan secara virtual (30/9).

Kepala Sub-Direktorat Perlindungan Lingkungan Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Bayu Nugroho mengatakan dari uji coba pasar karbon melalui Penghargaan Subroto Efisiensi Energi (PSBE) kategori C, terdapat 28 transaksi karbon antar peserta unit pembangkit listrik dengan total transfer karbon sebesar 42.455,42 ton C02 yang menghasilkan insentif lebih dari Rp 1,2 miliar. 

Tidak hanya pemerintah, sektor swasta yakni PLN juga telah melakukan perdagangan emisi antar PLTU melalui skema PSBE tahun 2021 secara sukarela. 

Baca Juga: Masih moderat, begini proyeksi bisnis Asia Pacific Fibers (POLY) di sisa tahun 2021

Manajer Pengelolaan Perubahan Iklim PT PLN (Persero), Kamia Handayani mengatakan, PLTU yang memiliki surplus kuota emisi melakukan transfer kuota emisi kepada PLTU yang kuota emisinya defisit. "Sebanyak 26 unit PLTU PLN Grup telah melakukan perdagangan kuota emisi," ujarnya. 

Kamia mengatakan, offset emisi dilakukan dengan membeli carbon credit dari pembangkit EBT yang telah tersertifikasi program GRK, dan membeli unit karbon dari Pembukuan Penurunan Emisi. 

Untuk mendukung upaya-upaya tersebut, maka diperlukan infrastruktur pasar yang diorganisir untuk memfasilitasi perdagangan karbon yang modern, inovatif, dan transparan. Terdapat dua jenis pasar dalam perdagangan karbon, compliance market atau pasar kepatuhan, dan voluntary market atau pasar sukarela. 

Terkait compliance market, CEO ICDX, Lamon Rutten, menjelaskan infrastruktur pasar dimaksudkan untuk mendukung pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya dengan memungkinkan pelaksanaan yang lebih efektif (misalnya, pembagian tunjangan), sekaligus menciptakan peluang baru bagi sektor swasta dan memungkinkannya untuk mencapai tujuan pemerintah dengan biaya yang jauh lebih rendah.

"Sedangkan terkait voluntary market, infrastruktur pasar dimaksudkan untuk memungkinkan perusahaan yang ingin mencapai tujuan mereka yang spesifik terkait karbon (yang berbeda untuk setiap perusahaan), seraya memungkinkan pihak lain untuk menghasilkan kredit karbon dan menjualnya dengan harga terbaik," kata Lamon. 

Baca Juga: Ambisi mendorong EBT berpotensi menekan keuangan negara

Namun, lanjut Lamon, saat ini pembeli kebanyakan berasal dari luar negeri (internasional), dan sudah bisa membeli melalui bursa atau broker internasional sehingga infrastruktur Indonesia harus kompetitif. 

Sementara itu, Co-Founder Indonesia Research Institute for Decarbonization, Paul Butarbutar menambahkan, harga izin emisi/allowance dan carbon credit akan sangat tergantung pada ambisi pemerintah, kontribusi pasar karbon domestik untuk pencapaian NDC, dan seberapa ketat pemerintah mengatur cap, free allowance, offset.

Secara global, kredit karbon diklasifikasikan sebagai komoditi tak berwujud (intangible) yang dapat diperdagangkan. Oleh karena itu, pada praktiknya perdagangan kredit karbon ditransaksikan di bursa komoditi, mengingat kesamaan antara kredit karbon dan komoditi telah menyebabkan beberapa kewenangan global memasukkan peraturan perdagangan kredit karbon ke dalam regulation of commodity trading atau pengaturan perdagangan komoditi.

Beberapa negara yang telah mengimplementasikan perdagangan karbon memanfaatkan bursa komoditi untuk memfasilitasi perdagangan karbon. Di Indonesia sendiri, perdagangan kredit karbon secara aspek hukum juga dianggap sebagai komoditi. Hal ini tercantum pada definisi komoditi di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar BAPPEBTI, Kementerian Perdagangan, Tirta Karma Senjaya memaparkan Indonesia telah memiliki bursa komoditi dan lembaga kliring.  

"Selanjutnya bagaimana para pemangku kepentingan saling berkoordinasi, integrasi, dan sinergi dengan seluruh ekosistem perdagangan karbon melalui bursa komoditi ini, sehingga akan berjalan memfasilitasi perdagangan karbon di Indonesia," kata dia. 

Penting kiranya melakukan eksplorasi implementasi pasar karbon guna menunjang pembangunan rendah emisi karbon di Indonesia. 

Selanjutnya: Ini upaya Pertamina untuk peningkatan kinerja Blok Mahakam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×