kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kementerian Perindustrian pacu industri fitofarmaka


Selasa, 22 Desember 2020 / 11:11 WIB
Kementerian Perindustrian pacu industri fitofarmaka
ILUSTRASI. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian melalui Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) mengungkapkan bahwa industri jamu juga menjadi perhatian pemerintah untuk terus dikembangkan. Sebab, sektor ini memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional.

“Keunggulan yang dimiliki industri jamu, antara lain tersedianya bahan baku di tanah air yang sangat melimpah,” ujar  Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam dalam keterangan resmi, Senin (21/12).

Lebih lanjut, Khayam menjelaskan Indonesia dinilai memiliki keanekaragaman hayati terbanyak di dunia, seperti jahe, lempuyang, pala, dan nilam. Bahan baku tersebut merupakan modal utama dalam upaya membangun kemandirian untuk memproduksi obat.

Namun demikian, pertumbuhan pasar obat tradisional di Indonesia masih perlu dioptimalkan. “Oleh karena itu, Indonesia harus meningkatkan kualitas dan daya saing produk, serta menerapkan strategi pemasaran yang tepat. Sebab peluang pasar produk obat tradisional dan obat herbal, paling tidak di wilayah Asia, masih terbuka lebar,” ungkapnya.

Baca Juga: Kebijakan TKDN sektor farmasi bisa kurangi impor hingga 35% di 2022

Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) tahun 2020, terdapat 129 industri obat tradisional, dengan 22 perusahaan yang telah memproduksi obat herbal terstandar (OHT). Lima perusahaan di antaranya telah mengembangkan fitofarmaka. Selebihnya, tergolong dalam industri ekstrak bahan alam.

“Saat ini, yang telah terdaftar di Badan POM sekitar 11 ribu produk jamu, tetapi yang merupakan produk OMAI sejumlah 23 produk fitofarmaka dan 69 OHT,” imbuhnya.

Dengan potensi yang begitu besar, Kemenperin sedang menyusun draft Rencana Aksi Pengembangan Industri Fitofarmaka. Rencana Aksi ini diharapkan menjadi panduan untuk peningkatan industri farmasi agar mampu secara mandiri menghasilkan obat untuk kebutuhan nasional yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat, terjangkau oleh masyarakat.

“Pengembangan OMAI membutuhkan sinergi dari semua pemangku kepentingan, mulai dari petani yang menghasilkan bahan baku yang bagus dan terstandar, peneliti, pelaku industri, pemangku kepentingan hingga masyarakat sebagai konsumen,” tutur Khayam.

Oleh karena itu, langkah strategis yang perlu dilakukan adalah pengembangan bahan baku obat dalam negeri. Ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga ketahanan nasional di bidang obat.

“Pandemi ini mengajarkan bahwa akan sangat riskan bagi suatu negara sebesar Indonesia apabila membiarkan ketergantungan industri farmasi dalam negeri terhadap bahan baku obat impor,” ungkapnya.

Salah satu kebijakan yang perlu dilaksanakan adalah pengembangan industri bahan baku obat dengan memperkuat struktur manufaktur industri farmasi di dalam negeri, antara lain dengan memacu kegiatan riset untuk menciptakan inovasi produk industri farmasi di sektor hulu atau produsen bahan baku.

Baca Juga: Anggarkan capex US$ 88 juta, Humpuss Intermoda (HITS) akan tambah 6 armada di 2021

“Dengan terintegrasinya sektor hulu dan hilir, nilai tambah produk farmasi akan semakin meningkat. Selain itu, pengembangan sektor hulu juga mendukung substitusi impor bahan baku yang dapat menekan defisit neraca dagang di sektor industri farmasi,” paparnya.

Guna menarik investasi di sektor tersebut, pemerintah memberikan fasilitas kepada para penanam modal di Indonesia, antara lain melalui pemberian berbagai insentif fiskal maupun nonfiskal.

“Pemerintah akan memberikan dukungan fiskal terhadap pertumbuhan industri farmasi melalui tax allowance, tax holiday, serta super tax deduction, yang diberikan bagi industri yang terlibat dalam program vokasi dan inovasi melalui kegiatan riset,” terangnya.

Sementara itu, untuk pemberian insentif nonfiskal, di antaranya adalah program pelatihan dan sertifikasi SDM, penerapan Objek Vital Nasional Sektor Industri (OVNI), sertifikasi standar dan kegiatan litbang bagi industri kecil menengah (IKM), pembangunan infrastruktur industri, dukungan promosi, serta konsultasi bantuan hukum dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×