Sumber: Antara | Editor: Dikky Setiawan
TIMIKA. Kementerian Perhubungan (Kemhub) sangat serius untuk mengembangan Bandara Mozes Kilangin Timika menjadi bandara umum agar dapat memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat pengguna jasa penerbangan di wilayah itu.
Kepala Bagian Hukum pada Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Rudy Ricardo di Timika, Kamis, mengatakan pengembangan Bandara Timika dari bandara khusus menjadi bandara umum menindaklanjuti surat kesepakatan bersama antara PT Freeport Indonesia, Pemkab Mimika dan Kemenhub pada 2013.
"Dasar legalitas untuk pengembangan Bandara Timika yaitu UU Nomor 1 tahun 2009. Jadi, kita serius untuk menindaklanjuti SKB itu. Bahkan pembentukan pertamanya saja sudah kelas I karena kita sudah memprediksikan pertumbuhan penumpang ke depannya," kata Rudy.
Ia mengatakan dengan perubahan status Bandara Timika dari bandara khusus menjadi bandara umum maka ke depan pengoperasian bandara tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Sebelumnya, pengelolaan bandara tersebut dipercayakan oleh PT Freeport kepada PT AVCO.
Selanjutnya, kata Rudy, Dirjen Perhubungan Udara akan menetapkan penanggung jawab operasional Bandara Mozes Kilangin Timika.
Adapun bagi pihak-pihak yang selama ini menguasai aset di Bandara Mozes Kilangin Timika, harus menyerahkan pengoperasian aset tersebut kepada pemerintah dalam rangka mendukung upaya pembangunan dan pengembangan bandara tersebut.
"Sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 203 UU Nomor 1 tahun 2009 disebutkan bahwa daerah di lingkungan kerja bandar udara merupakan daerah yang dikuasai oleh badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara yang digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan dan pengoperasian fasilitas bandar udara," jelasnya.
Anggota DPRD Mimika Yohanes Felix Helyanan sangat mendukung pengoperasian Bandara Timika diserahkan kepada pihak Kemenhub mengingat perjuangan menjadikan Bandara Timika menjadi bandara umum sudah sangat lama.
Politisi dari PDI-Perjuangan itu menilai jika Bandara Timika masih dikelola oleh PT Freeport melalui PT AVCO maka ada banyak kesulitan yang dihadapi untuk pengembangan bandara tersebut yang akan berdampak pada kurang maksimalnya pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa penerbangan di daerah itu.
"Bayangkan saja, untuk harga bahan bakar avtur antara yang disuplai oleh PT Freeport dengan harga avtur yang disuplai oleh PT Pertamina bedanya sampai Rp5 ribu per liter. Hal ini secara otomatis akan berdampak pada kenaikan harga pengiriman barang ke wilayah pedalaman Papua. Masyarakat Mimika yang mau kemana-mana juga membeli tiket yang sangat mahal," tutur Yohanes.
Ia mengapresiasi keputusan PT Pertamina yang sudah mulai mengoperasikan fasilitas pengisian bahan bakar avtur ke pesawat-pesawat di Bandara Timika sejak awal tahun ini.
"Freeport seharusnya berbesar hati untuk menyerahkan pengelolaan Bandara Timika kepada pemerintah yang memang punya otoritas untuk itu. Sekalipun nantinya pemerintah yang mengelola Bandara Timika, itu tidak berarti menghambat seluruh aktivitas penerbangan untuk kepentingan PT Freeport dengan pesawat Airfastnya," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News