Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemperin) menargetkan populasi industri di sektor industri kimia, tekstil dan aneka industri lainnya (IKTA) bisa tumbuh 11,22% dibandingkan tahun lalu, menjadi 753 perusahaan. Instansi ini berharap, tambahan industri tersebut bisa mengurangi ketergantungan impor di bidang tersebut.
Sejatinya, langkah ini sesuai rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. "Di sektor kimia kami berharap banyak investasi di sektor hulu, sedangkan tekstil di hilir, supaya tidak impor lagi," terang Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono, Selasa (2/5).
Berdasarkan catatan KONTAN, baru ada dua investor yang menanamkan modal di sektor hulu kimia, yakni Lotte Chemical dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Sedangkan di bidang tekstil baru dari Grup Indorama, Grup Sateri dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Selain dua bidang tersebut, pihaknya juga terus menggenjot pengembangan industri pupuk dan petrokimia di Papua Barat, yakni di Bintuni, serta memfasilitasi pembangunan pabrik petrokimia di Masela, Maluku. Maklum, di daerah itu bakal ada proyek gas alam, Blok Masela yang masih tahap perencanaan.
Selanjutnya ada beberapa proyek lain. Seperti pembangunan industri berbasis gasifikasi batubara di Kalimantan Timur, Muara Enim (Sumatera Selatan) dan Mesuji (Lampung). Kemudian pembangunan industri turunan amonia berbasis gas di Donggi Senoro, Sulawesi Tengah serta pembangunan pabrik bahan baku obat berbasis migas.
Sejauh ini, kata Sigit, investasi industri kimia memegang porsi terbesar di bidang kimia, tekstil dan aneka industri lain. Maklum, nilai impor di industri kimia, terutama urusan bahan baku, memang masih besar. Namun ia tidak menyebutkan besarannya.
Sedangkan di sektor tekstil, Sigit berharap, para pebisnis mau berinvestasi lebih banyak di bidang teknologi mesin tekstil yang semakin maju. Apalagi, permesinan di industri tekstil domestik masih kalah bersaing untuk urusan teknologi. "Kami mengupayakan di tahun 2018 ada bantuan restrukturisasi mesin bekerja sama dengan Kementerian Keuangan," janji Sigit.
Lima tahun lalu, Kemperin pernah memiliki program restrukturisasi peralatan mesin industri di tekstil. Bentuknya berupa pemotongan biaya pajak bagi investor yang mau impor mesin. "Ini untuk mendorong pertumbuhan perusahaan IKTA tahun 2018 sebesar 10%," timpalnya.
Menurut Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, investor yang ingin berinvestasi di sektor hulu, seperti tekstil masih terbentur kendala. Terutama soal perizinan pembuangan limbah cair dan padat, membutuhkan waktu lama. "Proses bisa setahun paling cepat, padahal industri tekstil non limbah cair dua bulan sampai tiga bulan," kata Ade ke KONTAN, Selasa (2/5).
Direktur Eksekutif Federasi Industri Kimia Indonesia Suhat Miyarso menambahkan, kalangan industri juga membutuhkan infrastruktur yang baik, seperti keberadaan kawasan industri untuk mendukung sektor hulu dan hilir. Dan tak kalah penting adalah pemberian insentif fiskal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News