Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konglomerat pemilik Barito Group, Prajogo Pangestu, melejit ke posisi pertama orang terkaya di Indonesia versi Forbes Real Time Billionare.
Nilai kekayaan bersih Prajogo Pangestu menembus US$ 38,7 miliar atau setara Rp 607 triliun (acuan kurs Rp 15.686) per Jumat (10/11) lalu. Nilai kekayaan ini jauh melampaui Low Tuck Kwong yang berada di posisi kedua dengan kekayaan bersih US$ 26,5 miliar (Rp 415,6 triliun) serta duo Hartono bersaudara di tempat ketiga dan keempat.
Robert Budi Hartono memiliki kekayaan bersih US$ 24,3 miliar (Rp 381,1 triliun) sedangkan Michael Budi Hartono senilai US$ 23,3 miliar (Rp 365,4 triliun).
Keberhasilan Prajogo Pangestu sebagai orang paling tajir di Indonesia sejalan dengan lonjakan harga saham emiten-emiten yang dimilikinya.
Baca Juga: Geser Low Tuck Kwong, Kini Konglomerat Prajogo Pangestu Jadi Orang Terkaya RI
Dikutip dari RTI, harga saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) melesat 49,68% dalam tiga bulan terakhir ke level Rp 1.175 per saham pada Jumat lalu. Prajogo Pangestu sendiri menjadi pengendali BRPT dengan porsi kepemilikan saham 71,19%.
Prajogo Pangestu juga menambah pundi-pundi kekayaannya lewat anak usaha BRPT yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN). Sejak melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) per 9 Oktober 2023, harga saham BREN telah terbang 569,87% ke level Rp 5.225 per saham hingga Jumat silam.
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menilai, kekayaan Prajogo Pangestu tampak hanya ada di atas kertas. Ini berkaca pada kasus BREN yang harga sahamnya melambung tinggi dan cenderung tidak lagi wajar. Apalagi, sebagai pendatang baru, nilai market cap BREN sudah mengalahkan beberapa emiten besar di indeks LQ45.
"Kenaikan harga saham BREN cukup dipengaruhi oleh euforia energi terbarukan dan bursa karbon," ujar dia, Minggu (12/11).
Ketika euforia ini berakhir, harga saham BREN kemungkinan akan turun menyesuaikan fundamental perusahaan tersebut. Hal ini tentu akan berdampak pada kekayaan bersih Prajogo Pangestu.
Kondisi berbeda terjadi pada konglomerat seperti Hartono Bersaudara atau Keluarga Salim yang konsisten nangkring di papan atas orang terkaya Indonesia. Aset-aset mereka adalah emiten yang sudah memiliki nama besar di mata masyarakat dan kinerjanya relatif tidak bergantung kepada faktor momentum siklikal.
Baca Juga: Kekayaannya Tembus US$ 38,7 Miliar, Prajogo Pangestu Jadi Orang Terkaya Indonesia
Walau begitu, keberhasilan Prajogo Pangestu menjadi orang terkaya di Indonesia menyisakan fakta kontradiktif, yakni ketimpangan ekonomi-sosial yang masih terlihat besar di Tanah Air.
Memang, rata-rata PDB per kapita Indonesia tumbuh 4% setiap tahun dari 2000 sampai 2017, alias tercepat ketiga di antara negara-negara anggota G20. Namun, Bank Dunia menyebut indeks Gini Indonesia (skala 0-100) meningkat dari 30 pada dekade 1990-an menjadi 39 pada 2017.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Gini Ratio Indonesia (skala 0-1) pada Maret 2023 berada di level 0,388 atau meningkat dari posisi Maret 2022 di level 0,384. Artinya, kesenjangan ekonomi Indonesia melebar.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, ketimpangan yang terjadi di saat banyak konglomerat meraih cuan menjadi pertanda bahwa pertumbuhan ekonomi nasional hanya dirasakan manfaatnya oleh segelintir orang saja. Para konglomerat bisa makin kaya karena punya kapasitas modal, pengetahuan, hingga koneksi bisnis yang jauh di atas masyarakat lainnya.
"Dengan itu semua, mereka (konglomerat) bisa leluasa berinvestasi pada sektor yang diuntungkan oleh pertumbuhan ekonomi," tandas dia, Minggu (12/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News