kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KESDM klaim tidak ada lagi transfer pricing


Rabu, 11 Januari 2017 / 19:55 WIB
KESDM klaim tidak ada lagi transfer pricing


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim tidak ada lagi perusahaan tambang yang melakukan praktik transfer pricing. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot bilang praktik transfer pricing hilang secara otomatis sejak pemerintah menetapkan harga patokan batubara.

Pemerintah memang telah mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral dan Batubara pada September 2010 lalu. Dengan aturan ini Bambang yakin perusahaan tambang tidak lagi bisa melakukan transfer pricing

Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso juga bilang, transfer pricing sebenarnya mudah dimonitor dengan penetapan harga sesuai dengan indeks komoditi transaksi antar afiliasi. Perusahaan tambang juga tidak sulit mengikuti aturan tersebut, kecuali perusahaan tambang tersebut memang mempunyai niat melakukan transfer pricing

Pasalnya Budi menyebut pada tahun 2014 lalu pernah ada investigasi yang dilakukan oleh pemerintah India terhadap supplier batubara dari Indonesia dengan nilai transfer pricing hampir US$ 4 miliar.

"Selisih harga yang harus dibayar pemerintah India hampir sebesar itu nilainya karena banyak perusahaan India yang membeli batubara dari Indonesia dijual ke Singapura atau ke Hongkong baru dijual ke India. Praktik transfer pricing memang terjadi, “ungkap Budi ke KONTAN pada Selasa (10/1).

Budi bahkan pernah melaporkan salah satu perusahaan yang melakukan transfer pricing pada tahun 2014-2015. Perusahaan yang tidak ingin disebutkan namanya oleh Budi ini melakukan praktek transfer pricing dengan menjual batubara ke Singapura dengan harga ekspor yang menyebabkan keuntungan yang didapat hanya US$ 0,5.

"Kami laporkan ke Ditjen Minerba karena kami sebagai lokal partner dirugikan karena keuntungan perusahaan tidak ada, “kata Budi.

Namun sayangnya Laporan Budi tersebut tidak ditanggapi serius oleh Kementerian ESDM. Pemerintah beralasan transaksi tersebut tidak merugikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Padahal perusahaan tersebut bisa mengambil selisih untung hingga US$ 3 sampai US$ 5. Dengan begitu, Budi bilang indikasi transfer pricing harus dilihat bukan cuma PNBP, tapi pajak perusahaan juga perlu diperhatikan.

Untuk itu Budi meminta agar perangkat-perangkat pemerintah dimaksimalkan terutama untuk pengawasan dokumen sehingga dokumen-dokumen yang masuk ke pemerintahan tidak hanya sekadar formalitas. Dengan begitu praktik transfer pricing bisa dikurangi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×