kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.351.000   3.000   0,13%
  • USD/IDR 16.747   21,00   0,13%
  • IDX 8.417   46,45   0,55%
  • KOMPAS100 1.166   6,42   0,55%
  • LQ45 850   5,80   0,69%
  • ISSI 294   1,08   0,37%
  • IDX30 445   1,55   0,35%
  • IDXHIDIV20 514   5,58   1,10%
  • IDX80 131   0,59   0,45%
  • IDXV30 137   0,45   0,33%
  • IDXQ30 142   1,41   1,00%

Keseimbangan Bisnis TSI : Antara Konservasi dan Ekowisata Berkelanjutan


Senin, 17 November 2025 / 17:00 WIB
Keseimbangan Bisnis TSI : Antara Konservasi dan Ekowisata Berkelanjutan
ILUSTRASI. Kontan - Taman Safari Indonesia Kilas Online. Photo: KONTAN/Nur Cholis


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal

KONTAN.CO.ID - Cuaca dingin menyelimuti Taman Safari Indonesia (TSI) di Cisarua, Bogor, pada Senin 10 November 2025. Meskipun gerimis mulai turun, para pengunjung, baik lokal dan internasional, tak henti memasuki kawasan konservasi dan edukasi satwa ternama di Indonesia tersebut. Mereka antusias melihat satwa dan bermain wahana yang ada di sana.

Dari pintu masuk, para pedagang juga semangat menjajakan jualan seperti wortel, buah-buahan, dan tongkat swafoto kepada pengunjung. Dari berjualan itu, mereka bisa meraup pemasukan untuk menghidupi keluarga.

Di area dalam TSI, tampak para pekerja mulai sibuk, termasuk di lokasi tempat pembuangan akhir milik TSI yang dekat dengan pintu keluar TSI. Mereka tampak teliti memilah sampah organik dan anorganik sembari menggunakan masker, sarung tangan, sarung sepatu, dan penutup rambut.

“Di sini, sampah organik didaur ulang menjadi pupuk organik atau makanan maggot. Mulai dari hulu ke hilir, TSI ingin memberikan manfaat berkelanjutan,” kata Direktur Utama Greenprosa, Arky Gilang Wahab. Greenprosa adalah perusahaan pengolah sampah di TSI Cisarua, Puncak Bogor, yang juga anggotaTaman Safari Indonesia Group.

Di area pengolahan sampah itulah TSI membangun pengolahan sampah organik bersama PT Greenprosa. Secara alamiah sampah yang sudah dipilah itu dimakan oleh maggot alias larva lalat berwarna putih seperti ulat. Kemudian, maggot ini akan diolah kembali menjadi berbagai produk seperti minyak larva untuk kosmetik, termasuk untuk pakan ternak dan pupuk penyubur tanaman.

Direktur Utama Taman Safari Indonesia Group Aswin Sumampau menjelaskan, seluruh proses pengolahan sampah di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor itu disebut program Integrated Waste Management (IWM). Program IWM dapat memberikan nilai tambah bagi TSI, khususnya dalam aspek keberlanjutan. Dan bukan hanya sampah organik, kotoran satwa pun TSI olah kembali menjadi pupuk tanaman dan paper (kertas).

Menurut Aswin, pengolahan sampah menjadi urgensi penting dalam sektor wisata. Secara angka, TSI menghasilkan sebanyak 20-25 ton sampah per hari –termasuk dari pengunjung– dan 60-75% merupakan sampah organik. Sampah ini tidak mungkin dibiarkan percuma. Melalui IWM, Aswin berkomitmen TSI menjadi lokasi wisata yang bersih dan berkelanjutan.

“Tidak ada keuntungan material untuk TSI. Namun IWM menjadi tanggung jawab sosial sebagai perusahaan dan lembaga konservasi untuk bisa mengelola limbahnya sendiri,” jelas Aswin kepada Tim Kontan, Senin, 10 November 2025 di Taman Safari Indonesia Cisarua, Puncak, Bogor.

“Nomor satu dari Tim Greenprosa, bagaimana memilah sampah dari hulu. Sebab kalau tidak memilah dari hulu, kegiatan pengelolaan sampah di hilir akan menjadi lebih sulit. Oleh karenanya tim di TSI harus jeli melihat jenis sampah dan bisa memilah dari hulunya,” sambung Aswin.

Saat ditanya apa target yang hendak dicapai, Aswin menjawab, ia ingin membuat TSI tidak hanya dikenal sebagai lembaga konservasi satwa. Tetapi juga menjadi kawasan wisata yang ramah lingkungan, mandiri dalam manajemen persampahan, dan rumah yang aman bagi satwa. Terbaru, TSI juga telah memperoleh sertifikasi ISO 140001 untuk sistem manajemen lingkungan.

Taman Safari Indonesia Group turut memperkuat posisinya sebagai destinasi ekowisata dan konservasi utama di Indonesia berkelas dunia dengan menjadi anggota World Association of Zoos and Aquariums (WAZA) dan Southeast Asian Zoos Association (SEAZA). Taman Safari Indonesia Group juga aktif dalam Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) dan Konservasi Alam dan Satwa Indonesia (KASI).

Rumah sakit satwa baru

TSI tidak luput memberikan penanganan kesehatan kepada satwa. Saat berkunjung ke TSI Cisarua Puncak Bogor, sedang dibangun animal hospital baru yang lebih modern dan komprehensif, dan itu dijadwalkan bisa beroperasi awal tahun depan. Kehadiran rumah sakit satwa baru ini diharapkan mampu memberi pelayanan kesehatan kepada satwa di lingkungan TSI dan bermanfaat sebagai laboratorium penelitian berbagai jenis satwa.

Kontan - Taman Safari Indonesia Kilas Online. Drh. Bongot Huaso Mulia Radjagoekgoek, M.Sc, dan Aswin Sumampau, Direktur Utama Taman Safari Indonesia Group
Kontan - Taman Safari Indonesia Kilas Online. Drh. Bongot Huaso Mulia Radjagoekgoek, M.Sc, dan Aswin Sumampau, Direktur Utama Taman Safari Indonesia Group

Vice President of Life Science Taman Safari Indonesia Group drh. Bongot Huaso Mulia menjelaskan, pembangunan rumah sakit satwa baru milik TSI akan menjadi layanan kesehatan satwa terlengkap di Asia Tenggara. Animal Hospital TSI ini luasnya lebih dari lima hektar dan dapat menampung lebih banyak satwa.

Dengan nilai investasi mencapai Rp50 miliar, terdapat beberapa ruangan penting dalam rumah sakit baru TSI. Termasuk ruangan untuk satwa besar (seperti badak atau gajah), laboratorium biobank, ruang operasi steril, ruang diagnostik, laboratorium biotechnology, ruang satwa darat dan air, ruang inkubator, dan lainnya.

Dengan penambahan bangunan rumah sakit yang baru, TSI juga menyiapkan program edukasi tambahan yaitu pengunjung dapat melihat proses operasi satwa secara langsung. Melalui program ini, Drh. Bongot berharap pengunjung mendapat edukasi yang benar dan meningkat empatinya kepada satwa.

Saat ini TSI sedang mengonservasi tiga satwa langka, yakni Owa Jawa, Harimau Sumatera, dan Kucing Emas. Menurut Drh. Bongot, konservasi tiga satwa ini sejalan dengan tujuan TSI terkait penelitian dan konservasi satwa langka. Salah satu yang dilakukan adalah pengembangbiakan (breeding) yang bertujuan sebagai stock population. TSI  menggandeng lembaga konservasi dari Tiongkok dan Jerman untuk menjaga kualitas penelitian.

“Jadi sifatnya, kita masih research dan restocking untuk mendapatkan banyak pengetahuan. Harimau Sumatera sudah dilepas liarkan. Kemudian Owa Jawa ini sedang dalam proses persiapan. Jadi kalau Owa Jawa dilepas ini harus sekeluarga. Tidak bisa sendiri-sendiri. Biasanya bapak, ibu, dan anak,” ungkap Drh. Bongot.

Namun, tidak semuanya dilepas liarkan begitu saja, Drh. Bongot menambahkan, hal ini berkaitan dengan keselamatan lingkungan atau ekologi. Ia mencontohkan wilayah wilayah Bali yang tidak memungkinkan untuk pelepasliaran Harimau Bali karena ekologi dan faktor rantai makanan di alam liar yang tidak mendukung.

“TSI bisa dikatakan sebagai benteng pertahanan terakhir. Pada waktu hewan ini perlahan-lahan punah, kita harus memiliki bank genetik,” jelas dokter yang sudah bekerja lebih dari 15 tahun di TSI itu.

Program Nataru 2026

Menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025, TSI pun sedang menyiapkan strategi bisnis dan operasional untuk menjaga performa sekaligus menghadirkan pengalaman berkesan bagi pengunjung. General Manager Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor Sere Nababan menyampaikan, TSI optimistis menyambut lonjakan wisatawan, sekaligus tetap menaruh perhatian besar pada kesejahteraan satwa dan keberlanjutan bisnis.

Menurut Sere, libur panjang akhir tahun merupakan momentum penting bagi bisnis wisata. Berdasarkan data internal TSI, jumlah pengunjung tahunan TSI mencapai 15 ribu orang per hari saat musim Lebaran. Angka itu menjadi patokan manajemen untuk mencapai target pengunjung di akhir tahun nanti.

“Kami berharap volume pengunjung di Nataru nanti bisa mencapai 10 ribu orang per hari, bahkan lebih. Itupun tergantung pada kondisi eksternal seperti arus lalu lintas di kawasan Puncak,” ujarnya.

Sere mengakui adanya tantangan klasik di kawasan Puncak yaitu kemacetan yang berpotensi menurunkan minat wisatawan. “Masalah lalu lintas ini sudah jadi isu tahunan. Kami sudah berkoordinasi dengan asosiasi, PHRI, dan pemerintah daerah agar pengelolaan arus kendaraan bisa lebih baik. Karena begitu pengunjung terjebak macet empat atau lima jam, mereka bisa kehilangan semangat berwisata,” katanya.

Untuk memastikan kepuasan pengunjung, manajemen TSI telah menyiapkan serangkaian program khusus Nataru. Mulai dari Safari Night, entertainment, pesta kembang api, konser musik, hingga paket menginap dua malam di Safari Resort yang sudah termasuk gala dinner malam tahun baru. “Kami ingin pengalaman pengunjung bukan sekadar berwisata, tapi juga menikmati suasana perayaan yang hangat bersama keluarga,” ujar Sere.

Dari sisi bisnis, manajemen menyadari kondisi ekonomi yang menekan daya beli masyarakat turut berdampak pada kunjungan wisata. Jumlah pengunjung harian yang biasanya bisa mencapai 4.000–5.000 orang, kini turun menjadi sekitar 2.500 orang per hari. “Tren penghematan terasa di semua sektor. Pengunjung yang biasanya datang lima kali setahun, sekarang mungkin hanya dua kali. Tapi kami tetap berusaha menjaga kualitas layanan dan kesejahteraan satwa,” katanya.

Selanjutnya: Prabowo Akan Kejar Uang Hasil Korupsi untuk Membiayai Program Pendidikan

Menarik Dibaca: Ramalan Keuangan Shio Tahun 2026, Siapa Paling Berpotensi Kaya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×