Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Nasib PT Merpati Nusantara Airlines dikhawatirkan akan semakin tak menentu, kecuali pemerintah bisa tegas membuat keputusan soal ini.
Pengamat BUMN Sunarsip mengatakan, ketegasan Menteri Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi kunci utama mengakhiri sakit Merpati.
"Saya melihat kunci utama ada di ketegasan pemerintah dan DPR. Karena hal ini menyangkut kebijakan nasional, khususnya Menteri Keuangan dan DPR Komisi VI dan Komisi XI," kata dia dalam sebuah diskusi bertajuk "Sayap Patah Merpati", di Jakarta, Sabtu (8/2/2014).
Menurut Sunarsip, pilihan pemerintah hanya dua. Pertama, jika Merpati akan dihidupkan lagi, mau tak mau utangnya dikonversi menjadi saham. Sebagaimana diketahui utang Merpati saat ini lebih dari Rp 6,7 triliun, 75 persen di antaranya kepada pemerintah, dan BUMN seperti Pertamina dan Angkasa Pura, serta Bank Mandiri.
"Kalau sikap yang diambil adalah likuidasi maka juga harus siap dengan konsekuensinya. Sebagai bentuk tanggung jawab, keuangan yang harus disiapkan Rp 3-5 triliun untuk menutupi kewajiban," tuturnya.
Dalam kesempatan sama, dosen aviasi Universitas Gadjah Mada Arista Atmadjati mengatakan, bail out atau suntikan bisa saja dilakukan. Ia mencontohkan, maskapai di Filipina, Jepang, dan Spanyol juga diselamatkan pemerintahnya dengan cara bail out.
"Bail out atau suntikan dana adalah hal yang bukan mustahil. Philipine Airlines pernah bangkrut dan di-backing oleh negaranya dengan cara bail out. Ada juga Japan Airlines yang di-bail out oleh pemerintahnya. Lalu ada Cassa di Spanyol yang di-bail out pemerintahnya," kata dia.
Sekjen INACA, Tengku Burhanudin, menambahkan, jangankan perusahaan macam Merpati, dalam kondisi saat ini, maskapai yang sehat pun sangat sulit beroperasi tanpa keuangan yang kuat.
Ia menjelaskan, 80 persen pembiayaan operasional maskapai dipengaruhi oleh kurs dollar. Ia menyinggung soal opsi pemerintah membuat anak usaha Merpati dalam mencari pendanaan.
"Itu bagus. Cuma kita tidak tahu kapan utang Merpati lunas. Bisa lebih dari 20 tahun kalau pakai pesawat kecil-kecil," imbuhnya.
Saat ini pesawat Merpati yang beroperasi tinggal 4 unit. Melihat kondisi ini, Burhanudin menegaskan, pemerintah harus mengambil keputusan tegas dan cepat.
"Pada waktu kita bentuk Merpati dan Garuda, dulu, kita bilang mereka pejuang. Jadi, ini kembali lagi tergantung pemegang saham. Merpati yang punya pemerintah. Jangan kementerian yang ini bilang tutup, yang ini bilang buka. Jangan beda-beda, buka-tutup. Akhirnya (Merpati) habis di sini tanpa kepastian," pungkasnya. (Estu Suryowati)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News