kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ketentuan Ekspor-Impor Listrik PLTS Atap Dihapus, Ini Alasan Kementerian ESDM


Minggu, 10 Maret 2024 / 19:25 WIB
Ketentuan Ekspor-Impor Listrik PLTS Atap Dihapus, Ini Alasan Kementerian ESDM
ILUSTRASI. Kementerian ESDM membeberkan alasan menghapus ketentuan ekspor impor dalam beleid teranyar PLTS Atap. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan alasan menghapus ketentuan ekspor impor dalam beleid teranyar PLTS Atap. 

Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu mengatakan, selama ini angka ekspor listrik pelanggan PLTS Atap tergolong minim. 

"Kita berani tidak mengeluarkan ekspornya karena faktanya dari 149 MW ini untuk yang rumah tangga ini ternyata yang ekspornya itu nggak lebih dari ya mungkin 2%-3% angkanya dari PLN," ungkap Jisman di Kementerian ESDM, Selasa (5/3). 

Baca Juga: Permen PLTS Atap Diharapkan Ikut Dongkrak Industri Panel Surya

Jisman melanjutkan, pihaknya mendorong agar ke depannya masyarakat yang berniat menggunakan PLTS Atap dapat menghitung kebutuhan listrik masing-masing. Dengan demikian, instalasi kapasitas PLTS Atap dapat dilakukan sesuai kebutuhan yang ada atau tidak berlebih.

"Makanya kita berikan edukasi. Sebaiknya memasang PLTS Atap itu sesuai dengan kebutuhan. Dia maunya apa, mau jualan (listrik) atau memang mencukupkan kelistrikannya untuk dia, kira-kira begitu," imbuh Jisman. 

Kontan mencatat, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan, kebijakan ekspor impor tidak lagi diberlakukan. 

"Kita tetap ada sisi positifnya dari sisi pemerintah itu, kan memang tidak ada ekspor impor, tapi konsumen yang memasang PLTS Atap tidak kena cas. Kan (sebelumnya) ada biaya standar dan sebagainya, itu udah nggak ada. Itu sebagai insentif untuk pelanggan PLN," jelas Dadan di Kementerian ESDM, Jumat (23/2). 

Dadan melanjutkan, kehadiran beleid baru memang cukup sulit untuk pasar PLTS Atap sektor rumah tangga. Pasalnya, masyarakat pengguna PLTS Atap tidak bisa lagi menitipkan listriknya ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Meski demikian, beleid ini dinilai bisa menggerakkan segmen pelanggan industri. 

"Tapi kalau untuk industri yang punya baseload, dia kan dari pagi sampai sore konsumsi listriknya relatif stabil. Nah itu ke sana nanti," sambung Dadan. 

Merujuk beleid terbaru tersebut, sejumlah ketentuan menjadi bahan pertimbangan dalam revisi aturan PLTS Atap ini antara lain melalui penghapusan ketentuan mengenai batasan kapasitas, ekspor-impor energi listrik, dan biaya kapasitas (capacity charge), serta penambahan ketentuan kuota pengembangan pembangkit listrik tenaga surya atap. 

Baca Juga: Setrum PLTS Atap Tak Lagi Menyengat Saat Insentif Ekspor Listrik Dicabut

Adapun, merujuk pasal 47 beleid ini, disebutkan bahwa (a) sistem PLTS Atap yang telah beroperasi secara terhubung dengan jaringan Pemegang IUPTLU sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku yang telah menggunakan mekanisme perhitungan ekspor impor energi listrik dan ketentuan biaya kapasitas (capacity charge), dinyatakan tetap berlaku selama 10 (sepuluh) tahun sejak mendapatkan persetujuan dari Pemegang IUPTLU; atau (b) Pelanggan PLTS Atap yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemegang IUPTLU namun belum beroperasi sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, mekanisme perhitungan ekspor impor energi listrik dan ketentuan biaya kapasitasnya dinyatakan tetap berlaku selama 10 (sepuluh) tahun sejak mendapatkan persetujuan dari Pemegang IUPTLU.

Sementara itu, ketentuan berbeda berlaku untuk pelanggan baru. 

"Calon Pelanggan PLTS Atap yang telah mengajukan permohonan kepada Pemegang IUPTLU sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku namun belum mendapatkan persetujuan Pemegang IUPTLU, berlaku ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini," demikian bunyi Pasal 48 aturan tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×