Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Nasib pengelolaan blok minyak dan gas (migas) di Lapangan Abadi, Blok Masela, Maluku memasuki babak baru. Presiden Joko Widodo, Rabu (23/3), memutuskan, pembangunan kilang liquefied natural gas (LNG) ini dilakukan di darat alias onshore.
Keputusan ini nampaknya menjawab desakan operator blok Masela yaitu Inpex Corporation dan Shell Indonesia agar pemerintah segera memberi persetujuan plan of development (POD) yang mereka serahkan yakni membangun fasilitas kilang terapung gas cair atau floating liquefied natural gas (FLNG).
Bahkan lantaran tak kunjung ada keputusan pemerintah, kedua operator itu lewat surat yang ditujukan ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, sempat mengancam akan mengurangi jumlah karyawan hingga 40%. (KONTAN, 17 Maret).
Keputusan Presiden akhirnya diketok juga, beda dengan keinginan para operator. Kini, Presiden Jokowi meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan SKK Migas menindaklanjuti putusan ini.
Menteri ESDM Sudirman mengaku akan segera menyurati operator atas putusan presiden tersebut. Para operator diminta untuk melakukan kajian pembangunan kilang di darah dan mengajukan permohonan POD baru, lengkap dengan skema investasi fasilitas darat (lihat tabel).
Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan, jika operator segera mengajukan POD baru, mereka bisa menyelesaikan proyek Masela agar bisa produksi 2024. "Operator harus bersinergi dengan pemerintah daerah agar sesuai jadwal. Semoga proyek tidak delay," kata dia, Rabu (23/3).
Manager Communication and Relation Inpex Corporation Usman Slamet mengatakan, Inpex menghormati keputusan Presiden Jokowi. "Saat ini, kami menunggu keputusan resmi dari pemerintah," ujar Rabu (23/3).
Inpex enggan berkomentar lebih lanjut dengan keharusan merevisi POD offshore menjadi onshore untuk Masela.
Pun dengan Shell Indonesia. Hingga mendapatkan informasi resmi, Shell mengaku belum bisa komentar atas kelanjutan investasi mereka. "Kami belum menerima keputusan itu, jadi kami belum bisa berkomentar," ujar General Manager External Relations Shell Haviez Gautama.
Adapun, Pertamina mengaku berminat untuk ikut dalam proyek ini. Menurut Direktur Hulu PT Pertamina Syamsu Alam, proyek onshore bisa mendatangkan nilai tambah selain LNG, yakni ke pabrik pupuk dan petrokimia yang ada di sekitar Masela. "Jadi kami menunggu ikut di proyek ini," ujar dia.
Perkiraan Perbandingan Biaya
FLNG Masela (offshore) dan OLNG (onshore) versi SKK Migas
Komponen | FLNG | OLNG |
Sumur | US$ 1,5 miliar | US$ 1,5 miliar |
Pusat Pengeboran | US$ 1,4 miliar | US$ 1,4 miliar |
Fasilitas pemrosesan | US$ 7,6 miliar | US$ 2,2 miliar |
Badan Kapal | US$ 2,4 miliar | US$ 1,4 miliar |
Menara Sistem Monitor | US$ 1 miliar | - |
Hook Up and Comm | US$ 400 juta | - |
Basis Logistik | US$ 400 juta | US$ 400 Juta |
Sistem sandar | - | US$ 800 juta |
Pemipaan di Tanimbar | - | US$ 1,2 miliar |
Pemipaan di Aru | - | US$ 3,6 miliar |
Fasilitas pemrosesan | - | US$ 5,6 miliar |
Tangki dan Dermaga | US$ 2,8 miliar | |
Civil | US$ 1,5 miliar | |
TOTAL | US$ 14,8 miliar | US$ 18,8 miliar |
( di Tanimbar) | ||
US$ 21,2 miliar | ||
(di Aru) |
Sumber: Pemberitaan KONTAN dan SKK Migas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News