Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. PT PLN (Persero) memutus kontrak untuk dua proyek pembangkit 10.000 megawatt (MW) tahap I. Kedua proyek pembangkit yang diputus kontraknya adalah PLTU Gorontalo (2 x 25 MW) dan PLTU Selat Panjang, Riau (2 x 7 MW).
Direktur Konstruksi PLN, Nasri Sebayang mengungkapkan, pemutusan kontrak tersebut karena kontraktor dianggap tidak mampu melakukan kewajibannya. Sayangnya, Nasri enggan menyebut nama kontraktor tersebut. Dia hanya bilang, kontraktor untuk pembangunan dua pembangkit tersebut merupakan perusahaan konsorsium antara China dan Indonesia.
"Mereka sudah kami beri waktu hingga dua tahun tapi tampaknya tidak bisa, sehingga kontraknya kami putus," ujar Nasri, Selasa (10/4).
PLN sudah melakukan pemutusan kontrak sejak tahun lalu. Saat ini, PLN melakukan tinjauan ke lokasi terkait kemajuan proyek tersebut. Tujuannya untuk mempersiapkan kembali dokumen lelangnya. "Akan kami lelang lagi tahun ini. Kami masih optimis tahun 2014 selesai," kata Nasri.
Selain PLTU Gorontalo dan PLTU Selat Panjang, semua proyek 10.000 MW tahap I mengalami gangguan. Hingga akhir 2011, jumlah pembangkit 10.000 MW tahap I yang sudah beroperasi sekitar 3.790 MW. Molornya pembangkit 10.000 MW ini hanya bergeser sekitar 2 hingga 3 bulan. Meski hanya bergeser beberapa bulan, namun cukup menambah bahan bakar minyak (BBM).
Ada beberapa penyebab terkait molornya pembangkit diantaranya adalah persoalan pembebasan tanah, lelang yang terlambat dan efektifitas konstruksi. Terkait dengan pembebasan lahan, Nasri mengatakan, ini adalah hambatan paling utama. Bahkan, di PLTU Papua, masyarakat meminta pembebasan laut.
Selain itu juga ada persoalan teknis di lapangan yang mengakibatkan pembangkit tidak bisa beroperasi sesuai jadwal. Sebelum beroperasi, PLN harus melakukan integrasi sistem. Nah, ketika masa integrasi ini banyak yang gagal.
Menurut Nasri, hambatan teknis tersebut berdampak kepada waktu. Ketika, ada salah satu yang rusak, PLN membutuhkan waktu yang cukup lama untuk perbaikannya kembali. Misalnya, trafo di PLTU Paiton membutuhkan waktu hingga 8 bulan. "Kalau untuk uangnya yang akan menanggung adalah murni kontraktor," ujarnya.
Supaya hal itu tidak terjadi lagi, Nasri mengatakan, PLN akan memperbaiki supaya tidak terulang lagi. Beberapa hal yang akan dilakukan misalnya lebih mengutamakan kualitas, pengawasan di pabrik lebih diperketat dan tidak ada boleh barang yang masuk ke Indonesia sebelum konstruksinya dimulai.
Molornya pembangkit 10.000 MW tahap mengakibatkan subsidi PLN bertambah. Seperti diketahui, PLN membutuhkan subsidi setrum sebesar 93 triliun. Namun, yang disetujui hanya Rp 65 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News