Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan memberlakukan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2015 untuk membatasi penangkapan dan perdagangan lobster, kepiting, dan rajungan yang populasinya semakin menurun.
"Dasar pembuatan Permen KP Nomor 1/2015 karena di beberapa daerah hasil tangkapan atas ketiga komoditas tersebut semakin menurun ukurannya, atau yang ditangkap masih terlalu muda," ujar Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP Gelwynn Yusuf, Senin (19/1).
Berdasarkan Permen KP No.1/2015 tersebut, penangkapan lobster (Panulirus sp) dapat dilakukan dengan ukuran panjang karapas di atas 8 centimeter, kepiting (Scylla spp) dengan ukuran lebar karapas di atas 15 centimeter, dan rajungan (Portunus pelagicus spp) dengan ukuran lebar karapas di atas 10 centimeter. Selain itu peraturan tersebut juga melarang penangkapan atas lobster, kepiting, dan rajungan dalam kondisi bertelur.
Gelwynn mengatakan peraturan ini dibuat agar ketiga spesies hewan laut tersebut memiliki waktu untuk bereproduksi sebelum ditangkap dan diperjualbelikan. Selama ini banyak lobster, kepiting, dan rajungan yang belum sempat bertelur namun sudah ditangkap.
"Setiap spesies perlu waktu tertentu untuk dapat bereproduksi, misalnya lobster butuh 7-8 bulan sampai matang gonad (bisa bertelur)," ujarnya.
Berdasarkan kajian potensi yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) produksi lobster pada tahun 2013 mencapai 16.482 ton, produksi kepiting pada tahun 2014 sebesar 33.277 ton, dan produksi rajungan pada tahun 2014 sebanyak 52.369 ton.
"Padahal pada tahun 2013 kita hanya memiliki potensi lobster matang gonad sebanyak 7.759 ton, jadi bisa dibayangkan bahwa produksi atau penangkapan yang kita lakukan sampai saat ini sudah melebihi stok yang ada di alam," kata Kepala Balitbang KP Ahmad Purnomo.
Oleh karena itu, dengan diberlakukannya peraturan ini, KKP berharap ada manajemen penangkapan yang lebih baik dari para nelayan, pembudidaya, dan para pengusaha yang mengelola bisnis atas ketiga komoditas laut tersebut karena jumlahnya di alam yang semakin memprihatinkan.
"Untuk lobster saja, ada beberapa wilayah yang sudah masuk kategori merah (jumlah populasinya menurun) di antaranya di Samudera Hindia bagian barat, pantai barat Sumatera, pantai utara Papua, Laut Jawa, dan Laut Natuna," ujar Ahmad.
Di sisi lain, pemberlakuan Permen KP No.1/2015 ini mendapat protes dari berbagai pihak di antaranya DPRD Nusa Tenggara Barat karena dinilai tidak berpihak pada masyarakat nelayan.
"Kami meminta agar Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan itu ditunda dulu, karena jika ini diteruskan akan berdampak luas terhadap nasib 3.000 nelayan di daerah ini," kata Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi.
Menurut dia, seharusnya Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak serta merta memberlakukan peraturan tersebut tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan bila keputusan itu tetap diberlakukan.
Karena bagaimana pun, menurutnya, setiap keputusan yang dibuat seharusnya bisa disosialisasikan dan dikomunikasikan terlebih dahulu dari tingkat atas hingga level terbawah.
"Jadi kami harus menanggapi apa yang menjadi tuntutan para nelayan. Karena itu, kami bersama pemerintah daerah akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan pertemuan dan menyampaikan persoalan ini ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News