kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kisah Budiarto bangun kejayaan Erajaya


Kamis, 04 Juli 2013 / 16:36 WIB
Kisah Budiarto bangun kejayaan Erajaya
ILUSTRASI. Dengan eksterior rumah yang trendi, rumah Anda akan terlihat keren dan bergaya.


Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Havid Vebri

Budiarto Halim bersama kakak iparnya, Ardy Hardy Wijaya memulai membangun jaringan distribusi ponsel pada tahun 1996 lewat bendera PT Erajaya Swasembada. Langkah kecilnya dimulai ketika ia membuka sebuah toko di ruko kecil yang berukuran 7 x 5 meter.

Masih segar dalam ingatannya, toko kecil yang berlokasi di Jalan Rawa Bahagia 1 Nomer 12, Grogol, Jakarta Barat itu dimulai pada tahun 1992. "Itu adalah embrio PT Erajaya," katanya kepada KONTAN, Selasa (18/6).

Mengapa ia mendirikan toko ponsel, karena Budiarto pernah melihat antrean panjang orang mau membeli  ponsel. Ia juga tertarik  lantaran pada tahun 1992, harga ponsel masih cukup mahal. Di situlah naluri bisnisnya muncul.

Pada waktu itu, ia adalah karyawan di salah satu perusahaan telekomunikasi, PT Elektrindo Nusantara, Budiarto. Maka, ia pun bisa mendapatkan pasokan ponsel dengan merek Motorola, Siemens dan Sony. PT Elektrindo Nusantara adalah anak usaha Grup Bimantara, pemegang lisensi ponsel Advance Phone System (AMPS). "Waktu itu toko masih dipegang oleh Ardy," kenang dia.

Tak puas menjadi kepanjangan tangan PT Elektrindo Nusantara, Budiarto tertarik menjadi distributor ponsel bermerek Nokia. Dari sinilah, toko kecilnya  memiliki badan hukum dengan nama PT Erajaya Swasembada pada 1996.

Hingga saat itu  kegiatan operasional Erajaya banyak dipegang oleh Ardy. Sementara karier Budiarto sendiri terus melaju dan bahkan sudah berstatus direktur di perusahaan lain, yaitu PT Artha Graha Sentral.

Ia memang sempat mengisi posisi atas di beberapa perusahaan besar. Terakhir, pada kurun waktu 2000 hingga 2005, ia menjadi Chief Executive Officer (CEO) PT KIA Mobil Indonesia.

Karena usahanya terus berkembang, Budiarto pun akhirnya ikut aktif dan mulai mengurus operasional Erajaya pada tahun 2005. Bermula dari kumpul keluarga, Ardy dan Budiarto mendiskusikan tentang masa depan Erajaya. "Akhirnya saya memutuskan untuk resign dari KIA dan fokus di Erajaya sejak saat itu," ujar pria lulusan Universitas San Francisco, jurusan Administrasi Bisnis itu.

Budiarto mengakui, dirinya memang lebih menyukai teknologi seperti ponsel dan gadget lainnya daripada otomotif. "Lagi pula sudah sekolah jauh-jauh masa enggak berani coba," ujarnya sambil tertawa.

Menurut dia, bisnis ponsel cerah. Ia berpikir, kegunaan ponsel tidak hanya untuk menghubungi atau mengirim pesan singkat. Ponsel juga bisa dilengkapi dengan berbagai layanan sehingga konsumen pun tidak perlu menenteng buku agenda, kamera ataupun Nintendo.

Semuanya bisa digabung menjadi satu, yakni ponsel. Apalagi ketika itu pasar internet di Indonesia masih rendah dan peluang tumbuhnya cukup besar. Ternyata pilihan Budiarto sudah tepat. Ia berhasil membangun bisnis distributor ponsel skala besar.

Saat ini Erajaya mengimpor produk telekomunikasi dari China, India dan Korea. Produk-produk yang dijual ini ditampung di gudang pusat Erajaya yang berkapasitas sekitar 1,6 juta unit.

Hingga saat ini, Erajaya mengantongi hak distribusi Sony Ericsson, HTC Dell, Huawei, Nokia, Motorola, LG, BlackBerry, Acer dan Samsung. Erajaya juga telah mengembangkan merek sendiri dengan nama Venera. Di samping itu, Erajaya juga  bekerja sama dengan operator Axis, Esia, Indosat, Telkomsel dan XL.

Produk-produk itu disebar ke pasar melalui beberapa jaringan distribusi seperti master dealer dan sub dealer, agen ritel dan gerai ritel Erajaya. Penjualan lewat gerai ritel Erajaya mendominasi pendapatan Erajaya. "Itu kan milik kami, jadi marginnya bisa double," katanya.  

Di pasar ritel, ia memiliki trik sendiri. Menurutnya, terjadi perubahan tren ketika konsumen membeli ponsel. Seiring menggeliatnya pasar ponsel, konsumen lebih memilih membeli ponsel di tempat yang resmi, nyaman dan memiliki live demo unit untuk dicoba sendiri oleh calon konsumen.

Makanya, ia mendirikan gerai Erafone pada 2007 di berbagai pusat perbelanjaan di Jakarta. Selain kreatif di bidang marketing, ia juga cerdik melihat pangsa pasar ponsel yang cukup beragam. Budiarto pun tak pelit membeberkan strategi bisnisnya.

Ia membagi saluran penjualan ritel dengan tujuh sistem gerai, yaitu branded store (contoh: BlackBerry Store), dan modern channel joint business (berada di dalam suatu gerai besar seperti Carrefour). Budiarto juga mendirikan gerai Erafone dan Erafone Megastore (mal ponsel).

Membangun mal ponsel lebih menguntungkan dibandingkan menyewa di mal yang ongkosnya lebih mahal. Erafone Megastore akan mendukung gerai-gerai Erafone.

Erajaya juga mendistribusikan ponsel impor melalui Android Nation (khusus menjual ponsel berplatform Android), penjualan online dan iBox. "Tujuan pendirian gerai-gerai ritel tersebut untuk mewujudkan peace of mind para konsumen saat membeli ponsel," ungkap pria 47 tahun tersebut.

Secara umum, Erajaya Group membagi anak perusahaannya sesuai fokus lini usahanya. PT Erajaya Swasembada berperan sebagai distributor Nokia. PT Teletama Artha Mandiri (TAM) adalah distributor empat brand besar, yakni BlackBerry, Sony-Ericsson, Samsung, dan Huawei.

TAM juga merupakan prinsipal dari brand lokal Venera. Anak usaha lainnya adalah PT Erafone Artha Retailindo pemilik dan pengelola outlet berskala nasional Erafone. Sedangkan PT Sinar Eka Selaras merupakan distributor lima brand, yaitu Apple, Acer, Dell, LG, dan Motorola.

Adapun PT Multi Media Selular, PT Data Media Telekomunikasi, dan PT Prakarsa Prima Sentosa adalah distributor produk beberapa operator seluler di Indonesia.  Dukungan anak-anak perusahaannya itu, Erajaya terus berusaha menggabungkan kekuatan dari distribusi, ritel, korporasi, kelompok komunitas, maupun juga electronic sales.

Yang jelas, kini, Erajaya memiliki 87 titik distribusi, 399 gerai ritel dan sekitar 20.500 agen pihak ketiga yang tersebar di seluruh Indonesia lewat 12 anak usahanya. Perusahaan yang ia dirikan tersebut juga menjadi gantungan penghidupan bagi sekitar 4.764 karyawan.

Erajaya pun terus meningkatkan portofolio perusahaannya. Erajaya mengakuisisi distributor resmi merek ponsel BlackBerry, PT Teletama Artha Mandiri (TAM). Akuisisi ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap master dealer dan prinsipal merek tersebut. Tahun lalu, Erajaya mengakuisisi ritel produk Apple, iBox. Nilai aksi korporasi ini US$ 18 juta.

Dalam berbisnis, Budiarto tidak menampik bahwa ia menemui beberapa kendala. Salah satunya ialah kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut Budiarto SDM dalam bisnis ini harus mengetahui betul produk-produk yang mereka jual. Untuk itu, tahun lalu ia mendirikan training centre bagi para calon karyawan sebelum bertatapan langsung dengan konsumen.

Di bisnis berbasis teknologi seperti ponsel, SDM juga harus mengerti betul perkembangan teknologi yang begitu cepat dan tetap berorientasi pada pelanggan. "Mereka harus mau belajar tanpa batas, dan harus mutakhir," ujar Budiarto.

Kiat lain yang dipegang Budiarto dalah berbisnis adalah pentingnya membangun relasi alias jaringan. Upaya membangun relasi dilakukannya sejak lama. Budiarto mencontohkan, kompetitornya saat ini adalah kawannya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Sehingga, ketika ia menemui adanya gesekan dengan perusahaan kompetitor, "Saya tinggal menghubungi dia sebagai teman. Masalah pun selesai," katanya. Tahun lalu, Budiarto dianugerahi Indonesia Enterpreneur of The Year 2012 oleh lembaga audit keuangan Ernst and Young.

Atas kemenangannya itulah, ia kembali diadu dengan para pebisnis dari 49 negara di Monte Carlo, Monako pada pekan lalu untuk memperebutkan gelar World Enterpreneur of The Year.

Meski tidak menang dalam ajang terebut, Budiarto mengaku mendapat keuntungan dalam membangun jaringan, termasuk jaringan bisnis. Lewat jaringan, kata Budiarto bisa menciptakan peluang-peluang bisnis.

Dalam ajang tersebut, ia sadar bahwa industri di Indonesia masih kalah dalam hal inovasi dengan para pengusaha dunia. "Mereka sudah jauh lebih advance daripada kita. Maka dari itu saya mementingkan inovasi sebagai landasan bisnis Erajaya," ungkap Budiarto.

Secara hitung-hitungan bisnis, membangun jaringan membawa angin segar. Buktinya, pada tahun ini Erajaya mengakuisisi 30% perusahaan penyedia konten aplikasi, yakni PT Inovedia Magna Global dimiliki Kingsville Union Ltd.

Nah, salah satu produk yang dikeluarkan Inovedia adalah Picmix, aplikasi edit foto untuk BlackBerry. Dia mengklaim, Picmix telah memiliki sekitar 11 juta anggota aktif.

Di luar akuisisi perusahaan, Erajaya juga mencoba tonggak sejarah di pasar modal. Desember 2011, Erajaya  menjual saham perdana ke publik atau initial public offering (IPO)  sebanyak 920 juta saham atau setara dengan 31,7% dari modal disetor. Harga pelaksanaan IPO Erajaya adalah Rp 1.000 per saham atau meraup dana Rp 920 miliar. Dana itu pula yang digunakannya untuk terus berekspansi.

Yang jelas, berbagai jerih payahnya kian menunjukkan hasil. Tahun lalu, Erajaya mencetak omzet Rp 12,8 triliun, naik 46,8% dari setahun sebelumnya. Tahun ini, Budiarto menargetkan omzet bisa naik 21% menjadi sekitar Rp 15,5 triliun.

Dari sisi nilai bisnis, ada lima landasan utama yang diterapkan Budiarto di perusahaannya yakni integritas, dinamis dan inovatif, menghormati sesama, orientasi pada pelanggan dan belajar tanpa batas. Dia menjadikan lima nilai itu sebagai  tonggak kejayaan Erajaya.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×