Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bencana alam yang secara beruntun terjadi di Indonesia selama 2018 telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Selain menelan korban jiwa dan harta benda, bencana alam juga merusak tambak atau kolam perikanan budidaya. Salah satu kerusakan tersebut disebabkan tsunami.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, akibat tsunami Selat Sudan yang menerjang wilayah Banten dan Lampung, kerusakan parah terjadi di kolam, tambak dan arana perbenihan perikanan. Bahkan kematian massal perikanan budidaya terjadi akibat bencana tersebut.
Untuk mengatasi kerugian petambak dan pembudidaya, KKP mengajak para pembudidaya ikan mengikuti Program Asuransi Perikanan bagi Pembudidaya Ikan Kecil (APPIK). Dengan mengikuti asuransi ini, maka pembudidaya dapat mengklaim kerugian mereka sehingga usaha budidaya mereka tetap bisa dijalankan kembali pasca bencana.
"Pada tahun 2018 lalu, kami fokus memberikan asuransi untuk komoditas udang, bandeng, nila dan patin, yang sudah mengkover 10.200 hektar dan melibatkan sebanyak 6.916 peserta di 22 Provinsi dan 59 kabupaten/kota di Indonesia,"ujarnya dalam siaran pers, Kamis (3/1).
Ia menjelaskan, program APPIK ini telah digulirkan KKP pada tahun 2017 dengan alokasi anggaran sebesar Rp 1,48 miliar dan pada tahun 2018 lalu anggarannay meningkat menjadi Rp 2,98 miliar. Jumlah pembudidaya juga bertambah.
APPIK dapat meng-cover bencana alam seperti banjir, tsunami, gempa bumi, longsor hingga erupsi gunung berapi. Hingga bulan November 2018, tercatat klaim senilai Rp 666 juta yang telah dibayarkan. Klaim rata-rata berasal dari pembudidaya lokasi usahanya terkena banjir atau terserang penyakit.