Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pasca pemberlakukan kebijakan moratorium kapal eks asing dan larangan transhipmen, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya mengalami kenaikan pada triwulan I-2015. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) produksi perikanan tangkap pada triwulan I 2015 mencapai 1,4 juta ton dengan nilai produksi sebesar Rp 29,3 triliun. Produksi perikanan tangkap ini mengalami peningkatan sebesar 4,69% bila dibandingkan triwulan I 2014.
Demikian juga dengan produksi perikanan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dari bulan Oktober 2014 sampai dengan Maret 2015 tercatat mengalami peningkatan sebesar 25,49% dari 6.010 ton pada Oktober 2014 menjadi 11.259 ton pada Maret 2015. KKP mengklaim peningkatan produksi perikanan tangkap di laut siginifikan terjadi di beberapa PPP apabila dibandingkan masa sebelum dan sesudah moratorium yakni periode dua bulan sebelum moratorium 14 September sampai 2 November 2014. Lalu periode dua bulan sesudah moratorium yaitu tanggal 3 November sammpai 23 Desember 2014.
Beberapa PPP yang mengalami peningkatan produksi tesebut yaitu PPP Sungai Rengas, PPP Blanakan, PPP Bajomulyo, PPP Asem Doyong, dan PPP Teluk Batang dengan total volume produksi sebelum moratorium sebesar 2.632 ton meningkat 129,73% menjadi 6.047 ton pada masa sesudah moratorium.
Selain perikanan tangkap, produksi perikanan budidaya pada triwulan I-2015 juga menyumbang kenaikan mencapai 2,92 juta ton dengan nilai produksi sebesar Rp 21 triliun.
KKP mencatat, kenaikan produksi perikanan budidaya ini disumbang dari komoditas rumput laut yang mencapai 2,1 juta ton dengan nilai produksi Rp 4,9 triliun, komoditas nila yang mencapai 149.000 ton dengan nilai produksi Rp 2,5 triliun dan komoditas bandeng yang mencapai 137.000 ton dengan nilai produksi Rp 1,9 triliun. Data tersebut sesuai dengan data yang dirilis BPS.
Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti mengakui kalau produksi perikanan budidaya lebih tinggi ketimbangkan produksi perikanan tangkap. Ia mengklaim, kenaikan produksi perikanan budidaya karena program Gerakan Pakan Ikan Mandiri (Gerpari) yang diusungnya. Menurutnya, kenaikan produksi perikanan pada triwulan pertama ini masih dibayang-bayangi kenaikan ongkos akibat kenaikan harga BBM.
"Kenaikan produksi ini didorong oleh kenaikan produksi perikanan budidaya, dan dampak revitaliasi tambak udang sepanjang Jawa Barat dan Banten," ujar Susi, Senin (18/5). Selain itu, pemanfaatan lahan budidaya udang dengan metode super intensif di Sulawesi juga turut mendongkrat kenaiakn produksi.
Data pemerintah dibantah
Kendati begitu, pelaku usaha perikanan meragukan data yang dirilis BPS ini. Sekretaris Jendral Asosiasi Tuna Long Line Indonesia (ATLI) Dwi Agus meragukan data-data yang dikemukan BPS terkait produk ikan pasca pemberlakuan moratorium dan larangan transhipment. Ia mengatakan di wilayah Bali saja, sejak kebijakan moratorium sebanyak 122 kapal tuna dan 57 kapal angkut tidak beroperasi.
"Jadi bagaimana produksi bisa naik, sementara banyak kapal yang tidak beroperasi. Ini tidak masuk akal," ujar Agus. Agus menyarangkan agar pemerintah memberikan data yang benar-benar akurat kepada masyarakat.
Namun kendati mengalami kenaikan produksi, tapi justru ekspor produk perikanan mengalmai penurunan. Pada kuartal I 2015 ekspor produk perikanan mengalami penurunan 2,81% dibandingkan dengan kuartal IV 2014 lalu. Penurunan ekspor perikanan tersebut disebabkan cuaca yang buruk di akhir tahun dan banyaknya nelayan yang tidak melaut karena gelombang besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News