kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

KKP larang cantrang, 15 pabrik surimi gulung tikar


Minggu, 29 Januari 2017 / 17:21 WIB
KKP larang cantrang, 15 pabrik surimi gulung tikar


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melarang kapal ikan menggunakan cantrang mulai berdampak. Terdapat sekitar 15 pabrik surimi berhenti beroperasi sejak awal Januari 2017.

Pabrik-pabrik ini mengalami kekurangan pasokan yang berdampak pada produktivitas mereka yang anjlok. Akibatnya sekitar 15 pabrik surimi memilih setop beroperasi sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP51) Budhi Wibowo, pabrik surimi sudah mulai kekurangan bahan baku ikan. Sebab pabrik ini memang membutuhkan bahan baku ikan berukuran kecil.

Jenis ikan yang dibutuhkan antara lain kurisi, kuniran, swangi, kapasan, coklatan dan bloso. Ia menjelaskan, sebelum ada pabrik surimi, harga ikan-ikan tersebut di bawah Rp 1.000 per kilogram (kg) dimanfaatkan sebagai tepung ikan. Sekarang harga ikan-ikan tersebut berkisar antara Rp 5.000 - Rp 7.000 per kg.

"Sebagai ketua asosiasi saya merasa sangat bersedih dan merasa ikut bersalah dengan berhentinya operasi sekitar 15 pabrik surimi di Pantura. Kasihan para pekerja pabrik-pabrik tersebut menjadi penganggur. Ke mana mereka mencari makan," ujar Budhi kepada KONTAN, Minggu (29/1).

Ia menjelaskan, pembangunan pabrik-pabrik surimi ini telah menelan investasi sekitar US$ 115 juta dengan kapasitas penjualan senilai sekitar US$ 200 juta per tahun. Dengan berhentinya beroperasi, maka potensi penjualan itu akan hilang.

Padahal, lanjut Budhi, pemakaian ikan-ikan kecil tersebut untuk pabrik surimi mencapai sekitar 40% dari total suplai. Sementara sisanya yakni 60% lagi dimanfaatkan oleh pengolah-pengolah ikan lokal.

Nantinya ikan itu akan dioalah menjadi berbagai jenis makanan yang banyak dimakan rakyat seperti siomay, bakso ikan, krupuk ikan, empek-empek, otak-otak, dan nugget ikan.

Melihat kondisi ini, AP51 mendesak agar KKP tidak melarang total pemakaian cantrang, tapi mengawasinya secara ketat dengan ukuran jaringnya minimum 2 inci. .

KKP juga bisa mengatur zonasi penangkapan yaitu untuk kapal berukuran 30 GT ke atas hanya boleh menangkap di luar zona penangkapan agar tidak berbenturan dengan nelayan lokal dan tidak merusak lingkungan.

Selain itu, AP51 juga mendesak agar pemerintah segera membentuk tim independen yang beranggotakan wakil dari pemerintah, akademisi dan nelayan untuk mengkaji berbagai alat tangkap pukat hela dan pukat tarik, termasuk cantrang yang dilarang dalam PermenKP No.2/2015 dan PermenKP No.71/2016 .

Tim tersebut bertugas untuk mengkaji secara ilmiah apa betul semua alat tangkap yang dilarang tersebut merusak lingkungan. Dan andaikan benar tim tersebut bertugas untuk mencari alternatif alat tangkap pengganti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×