Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Kisruh soal impor garam terus berlanjut. Setelah beberapa waktu lalu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perdagangan (Kemdag) berdialog untuk mengubah regulasi impor garam tapi belum membuahkan hasil, kali ini, Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, justru mengaku telah menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melaporkan soal tata niaga garam di tanah air.
Susi mengatakan, ada tiga poin penting yang dibicarakan kepada Presiden Jokowi. Pertama, mengusulkan agar kuota impor garam ditetapkan bersama antara KKP, Kemdag, dan Kementerian Perindustrian (Kemperin). Kedua, mengusulkan agar Kemdag melarang impor garam sebulan sebelum dan dua bulan sesudah panen garam agar harga garam petani tidak jatuh.
Ketiga, meminta agar peredaran garam impor diawasi secara ketat, mulai dari gudang hingga ke konsumen untuk menghindari merembes ke pasar konsumsi. "Prinsipnya, izin impor garam harus ditetapkan bersama agar KKP bisa melindungi kepentingan petani garam," ujar Susi, akhir pekan lalu.
Susi menambahkan, jika kebijakan impor garam ini diterapkan lintas kementerian, implementasi aturannya bisa benar-benar ditegakkan, seperti tentang kewajiban importir untuk juga menyerap garam lokal.
Selain itu, KKP juga bisa mengetahui secara detail kapan garam tersebut diimpor serta daerah distribusinya. Susi menargetkan, impor garam industri bisa dipangkas hingga 60% dari jumlah saat ini yang mencapai 2 juta ton.
Namun, upaya mendorong importir untuk bisa menyerap produksi garam lokal sepertinya bakal sulit dilakukan. Pasalnya, petani garam pesimistis target pemerintah untuk memproduksi garam sebanyak 3 juta ton tahun ini bisa tercapai.
Jakfar Sodikim, Ketua Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (AAPGRI) menjelaskan, target yang ditetapkan di awal tahun sulit tercapai karena sejumlah hambatan. Pertama, luas tambak garam masih kurang. Saat ini, luas tambak garam yang ada di Indonesia baru 25.000 hektare (ha).
Kedua, produktivitas rendah, yakni hanya 17,66 ton per ha. Adapun produktivitas tambak garam intensif lebih tinggi hanya 48,75 ton per ha. Namun, jumlah tambak garam intensif ini baru 30% dari seluruh tambak garam yang ada. Jakfar bilang, selama ini, petani masih kesulitan biaya untuk menerapkan teknologi geomembran yang bisa mengintensifkan lahan.
Dengan kondisi tersebut, Jakfar memperkirakan, produksi garam konsumsi tahun ini hanya 1,8 juta ton. Sedangkan kebutuhan industri dan konsumsi capai 4 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News