Reporter: Mona Tobing | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global menuntut komitmen Presiden Indonesia yang akan terpilih terhadap penyelamatan hutan dan gambut. Hal tersebut disampaikan Koalisi dalam rangka evaluasi tiga tahun kebijakan moratorium hutan.
Koalisi mendesak presiden baru terpilih nanti tidak memberi celah melegalkan konversi hutan. Apalagi, dua calon presiden memiliki latar belakang kehutanan.
Seperti diketahui, Joko Widodo adalah sarjana kehutanan dari UGM. Sementara, Prabowo Subianto adalah pemilik perusahaan bergerak dibidang kertas yakni PT Kertas Nusantara.
Berkaca pada kebakaran hutan di Riau Februari lalu, Koalisi meminta agar pemerintah baru lebih memperketat pengawasan dan meninjau ulang kebijakan pembangunan yang mengancam lingkungan. Moratorium dalam pemberian izin hutan premier dan lahan gambut sebagai penyelesaian masalah hutan saat ini dinilai belum memiliki taji.
"Hingga Februari 2014 saja, telah terjadi kebakaran lahan gambut hebat di provinsi Riau. Situasi ini membuktikan ketidakseriusan dan minimnya perhatian pemerintah untuk melindungi hutan dan gambut tersisa," kata Teguh Surya, Pengkampanye Politik Hutan Greenpeace, Rabu (21/5).
Selain karena kebakaran, hutan Indonesia juga terancam oleh masifnya alih fungsi dan peruntukan kawasan hutan di berbagai daerah untuk memuluskan mega proyek yang mengancam hak-hak masyarakat adat dan lokal.
Franky Samperante dari Yayasan Pusaka ikut menambahkan bahwa moratorium justru dimanfaatkan kepentingan proyek-proyek perkebunan skala besar. Ia mencontohkan dalam kasus di Kabupaten Merauke dimana hutan alam, hutan rawa dan savana tempat hidup orang Marind ikut dicaplok. Yang kemudian dialih fungsikan untuk pembangunan industri pertanian dan perkebunan skala besar dengan luas mencapai 1.553.492 hektare dengan dalih ketahanan pangan dan energi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News