kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Komitmen pemerintah untuk penggunaan energi terbarukan didukung kalangan industri


Kamis, 24 September 2020 / 15:54 WIB
Komitmen pemerintah untuk penggunaan energi terbarukan didukung kalangan industri
ILUSTRASI. Penggunaan energi terbarukan merupakan green lifestyle yang menguntungkan.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan komitmen pemerintah Indonesia untuk menggunakan energi terbarukan yang ditargetkan mencapai 23% dari total penggunaan energi pada 2030 dan 31% pada 2050.

Peningkatan penggunaan energi terbarukan ini juga dibarengi dengan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 29% pada 2030 dengan kemampuan sendiri. Namun dengan bantuan dan dukungan internasional, Indonesia bisa mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 41%.

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, Harris mengatakan, pemerintah Indonesia telah mencanangkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2 pada 2030. Estimasi kebutuhan investasi yang diperlukan untuk menurunkan emisi sebesar itu mencapai Rp 3.500 triliun.

Menurutnya, bidang pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) ditargetkan dapat berkontribusi menurunkan gas rumah kaca sebesar 156,6 juta CO2 atau 49% dari total aksi mitigasi sektor energi dengan kebutuhan investasi sebesar Rp 1.690 triliun.

Baca Juga: Kementerian ESDM optimisitis Perpres EBT bakal atasi kendala pengembangan EBT

Ia melanjutkan, pengurangan biaya pada sistem energi ini, dikombinasikan dengan pengurangan polusi udara dan emisi karbon dioksida, akan menghemat hingga US$ 53 miliar per tahun atau diperkirakan mencapai 1,7% dari GDP Indonesia pada 2030.

President Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Shinta Kamdani,  mengatakan, dari seluruh sektor, industri memiliki kebutuhan energi terbesar diikuti sektor transportasi, rumah tangga, sektor komersial dan sebagainya.

Menurutnya, mengubah sistem energi konvensional ke energi terbarukan membutuhkan investasi. Kendati begitu, Shinta bilang, jika penggunaan energi baru dan terbarukan dipercepat, investasi tidak lagi menjadi masalah. Apalagi biayanya sudah lebih rendah.

"Menurunnya biaya energi terbarukan telah menciptakan peluang baru untuk pemanfaatannya, termasuk di sektor komersial dan industri. Karena permintaan energi bersih terus meningkat di negara berkembang, sektor industri telah memimpin komitmen untuk menggunakan energi bersih dalam operasinya, " ujar Shinta dalam keterangannya, Kamis (24/9).

Baca Juga: Kementerian ESDM: Target bauran EBT 23% tak bisa dicapai tanpa perubahan signifikan

Perusahaan anggota IBCSD yang menjadi thought leader dalam penggunaan energi terbuka antara lain adalah Coca-Cola Amatil Indonesia. Direktur Public Affairs, Communications dan Sustainability, Amatil Indonesia, Lucia Karina, mengatakan bahwa sejak 2017, mereka telah mendeklarasikan komitmen publik untuk target kerberlanjutan yang akan dicapai pada 2020 ini.

Salah satunya adalah tentang perubahan iklim dan energi. Dimana Coca-Cola Amatil menargetkan menggunakan setidaknya 60% dari kebutuhan energi perusahaan dari energi terbarukan dan rendah karbon.

"Komitmen ini juga merupakan bentuk dukungan terhadap upaya pemerintah  Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton karbon dioksida atau CO2 pada tahun 2030," ucapnya.

Ia menambahkan, Coca-Cola Amatil telah memulai pemasangan atap panel surya di pabrik terbesar mereka yang ada di Cikarang Barat. Coca-Cola Amatil juga mentransformasi lemari es ke model yang lebih hemat energi.

Sistem pencahayaan ke LED sejak 2016 di seluruh pabrik dan gudang. Dan dalam tiga tahun terakhir telah mengganti solar dengan energi yang lebih ramah lingkungan yakni LNG dan LPG.

Selain Amatil, SUN Energy juga telah berinovasi dalam menyediakan teknologi yang terjangkau untuk energi terbarukan.  Sebagai salah tu pengembang proyek panel surya, SUN Energy mencatat kenaikan permintaan instalasi sistem tenaga surya sebesar hampir 40%.

Baca Juga: Pemanfaatan energi terbarukan masih minim, RUU EBT patut diselesaikan

Pada 2020, SUN energi telah berhasil melakukan instalasi sistem tenaga surya yang dibangun di Lampung akan menjadi laboratorium PLTS terbesar di antara seluruh Universitas di Indonesia.

Head of Sales SUN Energi, Djonny Sjarifuddin, mengatakan, pihaknya mendukung penuh inisiaitif pemerintah meningkatkan penggunaan energi bersih melalui kolaborasi dan kemitraan di berbagai sektor.

"Kami menyediakan akses teknologi dan menawarkan solusi terintegrasi bagi para pelanggan, mulai konsep, konstruksi, perizinan, serta modal pembiayaan nol rupiah agar konsumen dapat meraih efisiensi energi hingga 30%," tuturnya.

Fiskusi terkait penggunaan energi terbarukan ini merupakan salah satu rangkaian dari kampanye Program Green Lifestyle yang  diusung oleh IBCSD. 

Selanjutnya: Pemanfaatan energi terbarukan masih minim, RUU EBT patut diselesaikan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×