kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemanfaatan energi terbarukan masih minim, RUU EBT patut diselesaikan


Rabu, 23 September 2020 / 17:56 WIB
Pemanfaatan energi terbarukan masih minim, RUU EBT patut diselesaikan
ILUSTRASI. PLN kejar proyek EBT


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia sejatinya memiliki potensi energi terbarukan yang sangat melimpahkan, namun masih minim pemanfaatannya. Keberadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan diharapkan bisa menjadi katalis pengembangan energi yang ramah lingkungan di tanah air.

Manager Program Transformasi Energi Institute for Essential Service Reform (IESR) Jannata Giwangkara menyampaikan, potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai kisaran 442,4 gigawatt (GW). Namun, sampai saat ini yang baru dimanfaatkan hanya sebesar 2% saja.

Sejauh ini, air menjadi sumber energi terbarukan terbesar yang telah dimanfaatkan di Indonesia yakni sebesar 6.078 megawatt (MW), kemudian diikuti oleh panas bumi sebesar 2.131 MW dan bioenergi sebesar 1.896 MW.

Indonesia malah belum pernah memanfaatkan sumber energi dari arus laut meskipun potensinya mencapai 17,9 GW. “Sebagai negara maritim, potensi arus laut Indonesia jelas sangat besar. Tapi belum ada teknologi yang bisa dimanfaatkan,” ujar dia dalam webinar, Rabu (23/9).

Baca Juga: Sejumlah aspek ini perlu jadi perhatian dalam pembahasan RUU Energi Terbarukan

Lantas, RUU EBT sangat urgen untuk dibahas lantaran punya peranan penting dalam mendorong pembangunan energi terbarukan di Indonesia. Dalam hal ini, RUU EBT dapat mengisi kekosongan peran energi terbarukan yang belum secara jelas diuraikan dalam UU Energi No. 30 Tahun 2007.

RUU EBT juga dapat menjadi payung legislasi nasional. Sebab, selama ini pengaturan mengenai energi terbarukan ada di tingkat aturan yang lebih lemah. “Misalnya peraturan presiden atau peraturan menteri, sehingga rentan terhadap perubahan dan preferensi menteri sektoral,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, RUU EBT juga berperan dalam memperbaiki tata kelola energi terbarukan dan menjadi sinyal positif bagi berbagai pemangku kepentingan terkait. Calon beleid ini juga membuat karakteristik yang khusus dari energi terbarukan memiliki kepastian hukum dan punya level playing field yang sama dengan energi konvensional.

Tak hanya itu, sudah terbukti bahwa keberadaan UU EBT mampu mendorong pembangunan energi terbarukan di beberapa negara lainnya, terutama di kawasan Asia Pasifik. Sebagai contoh Australia yang memiliki Renewable Energy (Electricity) Act di tahun 2000, Clean Energy Act (2011), dan Renewable Energy (Electricity) Amendment Act (2015).

Negara tetangga lainnya seperti Filipina juga sejak 2004 memiliki Renewable Energy Act. Begitu pula Malaysia yang memiliki Renewable Energy Act dan Suistainable Energy Development Authority Act di tahun 2011.

Selanjutnya: Ini sejumlah alasan energi nuklir seharusnya tidak dicantumkan di RUU EBT

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×