Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mengesahkan resmi skema baru pembayaran dana kompensasi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, di mana pencairan dilakukan setiap bulan dengan batas maksimal 70% dari hasil review perhitungan bulanan, dinilai analis sebagai perbaikan aliran kas jangka pendek, bukan penguatan fundamental pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita menjelaskan, ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 73 Tahun 2025 yang diteken Purbaya pada 6 November 2025 ini lebih cocok disebut sebagai perbaikan aliran kas jangka pendek.
"Kebijakan ini memang bisa memperkuat posisi keuangan PLN dan Pertamina, tetapi lebih tepat disebut sebagai perbaikan aliran kas jangka pendek, bukan penguatan fundamental," ungkap Ronny, Rabu (19/11/2025).
Ronny juga bilang, dengan 70% kompensasi dibayar tiap bulan, likuiditas Pertamina dan PLN diperkirakan akan membaik.
"Meski membaik, ini sifatnya hanya mengurangi tekanan sehari-hari, bukan menyelesaikan akar persoalan finansial yang bersifat struktural. Jadi ini langkah taktis, bukan solusi strategis," tambahnya.
Baca Juga: Kompensasi Cair Tiap Bulan, PLN&Pertamina Diminta Genjot Energi Hijau & Jaga Cashflow
PLN dan Pertamina ungkap dia, selama ini memikul beban impor energi, kewajiban utang besar, serta biaya operasional yang terus naik. Sehingga skema pembayaran baru ini membantu mengurangi tekanan likuiditas, tetapi tidak otomatis memperbaiki kesehatan keuangan jangka panjang.
"Masalah nilai tukar, utang jatuh tempo, dan efisiensi internal tetap harus ditangani sendiri. Bagian 30% yang baru dibayar setelah evaluasi juga menambah elemen ketidakpastian yang bisa mengganggu perencanaan keuangan bila realisasi biaya energi bergejolak, misalnya," jelasnya.
Menurut Ronny pula, lahirnya aturan ini menunjukkan bahwa pemerintah menyadari rapuhnya arus kas BUMN energi.
"Ini bukan bailout, tetapi jelas merupakan upaya memberi penyangga agar dua BUMN strategis ini tidak tersedak secara likuiditas," tambahnya.
Baca Juga: Pembayaran Kompensasi Energi Bakal Dipercepat, Ini Respons Pertamina
Namun secara kritis, kebijakan ini menurutnya telah mengonfirmasi bahwa model kompensasi energi selama ini memang tidak berkelanjutan.
"Pemerintah memperbaiki teknis pembayaran, sementara problem lebih besar, misalnya ketergantungan pada impor, struktur biaya yang boros, dan minimnya reformasi bisnis, masih menunggu diselesaikan. Kebijakan ini menenangkan gejalanya, tetapi belum menyentuh penyakitnya," tutupnya.
Jika merujuk pada laporan keuangan PLN, perusahaan mencetak laba periode berjalan senilai Rp6,64 triliun sepanjang semester I-2025. Perolehan laba tersebut melesat 32,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5 triliun.
Peningkatan laba seiring dengan naiknya pendapatan yang dibukukan perseroan. Pendapatan PLN tercatat mencapai Rp281,89 triliun per Juni 2025. Angka tersebut naik 7,57 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp262,06 triliun.
Baca Juga: Bahlil dan Purbaya Sepakati Percepatan Pembayaran Kompensasi Energi PLN dan Pertamina
Selanjutnya: Layanan QRIS Tap Mulai Banyak Digunakan Masyarakat, Transaksi Capai Rp 13,8 Miliar
Menarik Dibaca: Pasar Kripto sedang Extreme Fear, Ini Saran Bagi Investor Kripto
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













