Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan baja secara nasional dinilai masih kecil dibandingkan negara tetangga. Padahal ada banyak potensi dan proyek yang dapat menyerap produk baja tersebut.
Ketua Cluster Flat Product Asosiasi Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Purwono Widodo mengatakan, hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah beserta industri baja agar dapat mendorong peningkatan konsumsi atau penggunaan baja. "Konsumsi per kapita Indonesia masih di kisaran 50 kg per kapita, jauh dari negara ASEAN lainnya," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (8/4).
Selain konsumsi yang belum menguat tersebut, industri baja dalam negeri juga harus menghadapi perdagangan baja yang tidak adil. Purwono mengatakan penggunaan SNI masih belum tuntas pada produk baja tersebut, akhirnya pedagang baja yang nakal bermunculan.
"Sehingga produsen yang memproduksi barang standar harus bersaing dengan baja-baja tidak terstandar," tuturnya. Maka, kata Purwono, sering ditemui penjualan baja dengan pajak yang tidak sesuai bahkan di tingkat ritel ada yang tanpa pajak sama sekali.
Sebenarnya, menurut Purwono, dari segi regulasi sudah memadai, namun kontrol atau penegakannya masih perlu ditingkatkan. Sedangkan di tingkat global, hambatan utama industri baja lokal ialah produk barang impor yang cukup marak.
Perdagangan yang tidak adil (unfair trade) dari baja impor memunculkan harga, yang diungkapkan Purwono, "predatory price". "Memang dari aturan WTO ada hak kita utk melakukan trade remidies (anti dumping, safe guard, CVD). Namun untuk menerapkannya perlu proses yang lama," ungkapnya.
Sementara modus impor baja yang tidak adil selalu mencari celah dari aturan WTO, seperti saat marak masuknya baja "paduan" yang patut diduga merupakan praktek circumvention. "Jadi intinya pemerintah harus menyiapkan jurus-jurus perlindungan terhadap industri baja domestik dari "modus-modus" baru unfair trade," jelas Purwono.
Perlindungan terhadap industri ini, menurut Purwono, juga akan mempengaruhi iklim investasi. "Kalau perlindungannya lemah pada akhirnya membuat calon investor pikir-pikir dulu," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News