Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Indonesian Petroleum Association (IPA) sudah bertemu membahas tertekannya bisnis kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) akibat harga minyak yang terus anjlok. Dalam pertemuan itu, IPA meminta beberapa insentif dalam kegiatan eksplorasi dan produksi.
Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, jajaran Ditjen Migas sudah bertemu dengan IPA membahas insentif yang diminta KKKS. Pertama, dari sisi eksplorasi, KKKS meminta pemerintah memberikan moratorium kontrak ekplorasi tanpa jangka waktu. Saat ini, berdasarkan Undang-Undang Migas, KKKS diberikan masa eksplorasi hanya selama 10 tahun.
Moratorium ini berlaku hanya pada saat harga minyak menurun dan akan dikaji ulang setiap tahun. Jika harga minyak naik, moratorium dicabut. Dalam prosesnya, KKKS yang memerlukan moratorium harus mengajukan kemudian pemerintah mengeluarkan surat moratorium untuk KKKS yang mengajukan. "Bila usulan ini disetujui, KKKS yang mengajukan moratorium harus menjamin tak mem-PHK karyawannya," kata Djoko, akhir pekan lalu.
Insentif kedua dalam kegiatan eksplorasi adalah fleksibilitas komitmen, baik kegiatan maupun lokasi eksplorasi. Dengan usulan insentif ini, KKKS meminta untuk tidak lagi dipaksa melakukan pengeboran atau melakukan seismik atau kegiatan pengeboran diganti menjadi kegiatan seismik dengan fleksibilitas transfer komitmen dalam satu perusahaan migas yang sama yang memiliki beberapa blok migas yang berbeda.
Misalnya, Chevron memiliki wilayah eksplorasi di Sumatera dan Natuna. Chevron yang harusnya melakukan pengeboran tiga sumur di Sumatera bisa mentransfer kegiatannya di Natuna atau dari melakukan pengeboran diubah menjadi survei seismik saja.
Ketiga, KKKS meminta pemerintah melakukan perubahan aturan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) agar kontraktor migas yang masih dalam tahap eksplorasi tidak dikenai PBB.
Keempat, KKKS meminta masa kegiatan pembangunan fasilitas produksi masuk ke dalam revisi UU Migas dan terpisah dengan masa kontrak eksplorasi dan produksi. Asal tahu saja, masa kontrak eksplorasi dalam UU Migas 10 tahun dan masa kontrak produksi 20 tahun.
Nah, dalam kenyataannya, untuk membangun fasilitas produksi, para KKKS selalu mengambil masa produksi. Sehingga, rentang selesainya proyek fasilitas produksi dengan masa kontrak habis terpaut tak terlalu jauh.
Sementara itu, untuk insentif kegiatan produksi, pertama KKKS meminta pemerintah memberikan tax holiday yang lebih lama; dari lima tahun menjadi 10 tahun dengan proses pengurusan tax holiday yang lebih cepat.
KKKS juga meminta First Trance Petroleum (FTP) dan Domestic Market Obligation (DMO) tidak diterapkan terlebih dahulu selama harga minyak dunia masih rendah. "Mereka minta setiap FTP dan DMO seharga 25% dari harga pasar jangan diterapkan dahulu," katanya.
Kedua, KKKS meminta perubahan bagi hasil yang diterapkan pemerintah. Saat ini pemerintah menerapkan sistem bagi hasil (split) untuk produksi gas sebesar 70% bagian pemerintah dan 30% bagian KKKS. Sementara untuk produksi minyak, sebesar 85% untuk pemerintah dan 15% bagian KKKS.
KKKS meminta bagi hasil tersebut diterapkan secara fleksibel dan pemerintah pun diharapkan menerapkan sistem country basis. Dalam sistem country basis, semisal ada KKKS yang memiliki blok di Malaysia dan Indonesia bisa melakukan pembayaran biaya dari blok yang berada di Malaysia ke Indonesia.
"KKKS ekstrem memintanya, country basis sulit dilakukan. Sementara untuk sistem bagi hasil telah mulai yang fleksibel diterapkan dalam perpanjangan kontrak Blok Mahakam," ujarnya.
Dirjen Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan, usulan dari seluruh KKKS tersebut saat ini masih dikaji karena pemerintah perlu melihat kasus per kasus di masing-masing blok migas yang berbeda-beda. "Poin yang tidak mungkin diterapkan tidak akan diberikan," tegas Wiratmaja.
Djoko menyambung, usulan yang paling mudah dan bisa dilakukan segera adalah memberikan insentif moratorium masa kontrak eksplorasi.
Direktur IPA Sammy Hamzah menyatakan, usulan berbagai insentif tersebut merupakan langkah antisipatif dari IPA supaya tidak banyak KKKS yang mengembalikan blok migas karena harga minyak mentah anjlok. "Mereka berpikir, lebih baik bayar pinalti ke pemerintah daripada rugi besar," kata dia, Minggu (31/1). Dengan memberikan insentif itu, investor akan loyal karena di masa sulit, pemerintah memberikan yang mereka inginkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News