kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KPK soroti kasus korupsi sektor pertanian


Rabu, 18 Juli 2018 / 15:05 WIB
KPK soroti kasus korupsi sektor pertanian
ILUSTRASI. PANEN BAWANG PUTIH


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberikan perhatian serius pada potensi korupsi di sektor pangan atau pertanian. Sektor pangan atau pertanian dianggap penting untuk diawasi lantaran terkait dengan hajat hidup orang banyak. 

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, upaya yang akan dilakukan KPK berada pada tataran penindakan maupun pencegahan. "Dalam penindakan dan pencegahan, KPK masuk pada sektor yang kami pandang sangat terkait hajat hidup orang banyak. Sektor pangan memang menjadi perhatian serius oleh KPK,” ucap Febri, Rabu (18/7).

Dia melanjutkan, KPK memiliki kajian yang berhubungan dengan sektor pertanian. Kajian tersebut mengidentifikasi celah korupsi serta memberikan rekomendasi untuk menutup celah korupsi dalam tiap implementasi kebijakan subsidi di bidang pertanian. Kajian ini juga digunakan Istana untuk menyoroti hal sama. 

Juru Bicara Presiden Johan Budi, menyebutkan selama ini kajian dari KPK kerap digunakan dalam arah kebijakan pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo. "Sudah beberapa kali kajian KPK digunakan oleh pemerintahan Jokowi-JK, termasuk di pertanian,” kata Johan, yang juga sebelumnya menjadi juru bicara KPK.

Johan menambahkan, Presiden memberikan perhatian terhadap persoalan korupsi, termasuk korupsi di sektor pertanian. Menurutnya, selama ini dalam berbagai pertemuan, termasuk dalam siding kabinet, Presiden Jokowi selalu mengingatkan jajarannya agar tidak terlibat korupsi.

“Mengingatkan pada semua untuk tidak sekali-kali menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi atau korupsi,” terang Johan.

Langkah lain yang dilakukan menurutnya adalah dengan membenahi sistem atau peraturan yang ada seperti penerapan deregulasi terhadap aturan yang membuka celah terjadinya korupsi. 

Artinya, setiap aturan atau regulasi yang membuka celah terjadi korupsi dihilangkan. Menurut Johan, terkait pertanian sudah ada Peraturan Menteri Pertanian yang dibatalkan, direvisi di tahun 2017. “Ini salah satu upaya untuk mengurangi (terjadinya korupsi),” imbuh dia.

Sinergi berantas korupsi 

Belakangan ini memang marak kasus dugaan korupsi di sektor pangan. Contohnya kasus benih bawang putih tahun anggaran 2017 di wilayah Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Kasus ini sendiri masih ditangani Polda NTB.

Ada dugaan keterlibatan oknum pejabat pemerintahan dalam proses distribusi proyek pengadaan benih bawang putih yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) itu. 

Dalam kasus ini, data Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur menyebutkan, ada 350 ton benih bawang putih lokal yang didistribusikan kepada 181 kelompok tani yang tersebar di 18 desa se-Kabupaten Lombok Timur. 

Dengan luasan yang berbeda-beda, setiap kelompok tani mendapatkan kuota benih lokal bersama dengan paket pendukung hasil produksinya, mulai dari mulsa, pupuk NPK plus, pupuk hayati ecofert, pupuk majemuk, dan pupuk organik.

Benih bawang putih lokal sebanyak 350 ton dibeli dari hasil produksi petani di Kecamatan Sembalun pada periode panen pertengahan tahun 2017. Benih bawang putih lokal dibeli pemerintah melalui salah satu BUMN yang dipercaya sebagai penangkar yakni PT Pertani, dimana pembeliannya menggunakan anggaran APBN-P 2017 senilai Rp 30 miliar.

Kemudian, ditemukan pada saat pendistribusian bantuannya di akhir tahun 2017, banyak kelompok tani yang mengeluh tidak mendapatkan jatah sesuai data. 

Sebelumnya, mantan pimpinan KPK Periode 2011-2015, Zulkarnain menyebutkan, pemerintah harus memperhatikan kerawanan potensi korupsi di sektor pertanian, khususnya di bidang pangan. 

Apalagi belakangan, marak pemberitaan tendensi korupsi dengan memanfaatkan distribusi bantuan pemerintah kepada petani, seperti pupuk dan benih terjadi di daerah. 

Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara harus memperhatikan persoalan ini, mengingat penanganan tidak bisa hanya mengandalkan penindakan atau penangkapan yang dilakukan KPK.

Menurut Zulkarnain, KPK tidak bisa sendirian menangani persoalan sektor pangan atau pertanian yang memiliki banyak celah korupsi. Sebab, penangkapan yang dilakukan KPK selama ini hanya sebagian kecil dari banyaknya dugaan tindak korupsi di lapangan. 

“Jadi, untuk pencegahan itu, eksekusi perbaikannya harus bekerja sama dengan presiden dan kementerian terkait. Yang bisa menekan itu presiden. KPK sulit menekan itu kecuali, yang sudah bermasalah pidananya, cukup bukti dan masuk kewenangannya dia (KPK), baru bisa,” papar Zul.

Secara umum, lanjut dia, celah korupsi pada sektor pangan bisa disebabkan dari panjangnya rangkaian hasil produksi dari petani kepada konsumen di lapangan yang sangat mungkin terjadi penyelewengan harga yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.

Demikian juga bantuan atau subsidi dari pemerintah seperti benih ataupun pupuk yang rangkaiannya panjang dan membuka celah terjadinya korupsi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×