Reporter: Noverius Laoli | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam menaikkan tarif listrik melalui Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 9/2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT. PLN, bersifat diskriminatif dan tidak baik bagi jangka panjang.
Wasit persaingan usaha ini mengatakan, kebijakan tersebut akan mengakibatkan berkurangnya daya saing perusahaan terbuka atau go publik, khususnya pada Kelompok Industri 3 dan 4, dalam bersaing dengan perusahaan tertutup yang berada pada pasar bersangkutan yang sama sebagai akibat meningkatnya biaya produksi mereka.
"Kebijakan tersebut juga dinilai menciptakan disinsentif bagi perusahaan terbuka yang justru menjalankan good corporate governance dalam kegiatan operasionalnya," ujar Deswin Nur, Biro Hukum KPPU dalam siaran persnya, Sabtu (21/6).
Deswin mengatakan, kebijakan pemerintah tersebut cenderung mengarahkan investasi, khususnya investasi asing pada perusahaan tertutup, yang justru mengurangi kontrol publik atasnya. Berbagai pandangan tersebut termuat dalam saran kebijakan KPPU kepada Presiden RI pada 18 Juni lalu.
KPPU menyarankan agar pemerintah merevisi kebijakan tersebut, dan menetapkan kriteria kenaikan listrik secara keseluruhan yang mendukung penciptaan iklim usaha yang kondusif dan kesempatan berusaha yang sama antar pelaku usaha. Pendapat KPPU tersebut disampaikan menindaklanjuti berbagai masukan pelaku bisnis dan analisa atas kebijakan dimaksud.
Akan tetapi, KPPU tidak memungkiri bahwa kenaikan listrik dibutuhkan bagi penggunaan anggaran negara yang efektif dan tepat guna, sehingga dalam hal ini mendukung upaya pemerintah dalam mengupayakan penggunaan anggaran negara yang tepat sasaran.
Seperti diketahui, pemerintah melalui peraturan tersebut menyesuaikan tarif listrik untuk berbagai golongan. Diantaranya adalah pencabutan subsidi tarif listrik bagi perusahaan terbuka pada kelompok industri 3, di atas 200 kVa dan kelompok industri 4, di atas 30.000 kVa. Kebijakan ini sempat menuai kritikan dari berbagai kalangan pelaku usaha dan asosiasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News