kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Krisis Eropa berpotensi menekan harga minyak sawit


Jumat, 02 Desember 2011 / 23:55 WIB
Krisis Eropa berpotensi menekan harga minyak sawit
ILUSTRASI. Jerawat adalah salah satu efek samping minyak zaitun.


Reporter: Bernadette Christina Munthe | Editor: Rizki Caturini

NUSA DUA. Pakar perdagangan komoditas kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) meminta pebisnis di Indonesia untuk mewaspadai krisis Eropa. Ada kekhawatiran, krisis tersebut bakal menekan harga harga CPO.

Emily French, Managing Director Consili Agra, menjelaskan, krisis Eropa belum tentu selesai pada tahun depan. Bahkan, bukan tidak mungkin krisis itu semakin parah. "Ketatnya likuiditas akan mengurangi belanja CPO, sehingga harga komoditas pertanian secara umum akan turun pada tahun depan," kata Emily, saat pemaparannya di 7th Indonesian Palm Oil Conference and 2012 Price Outlook di Bali, Jumat (1/12).

Untunglah, hampir semua bank sentral di Eropa kini berusaha keras melonggarkan likuiditas di wilayahnya.

Menurut Emily, yang juga akan memperparah kondisi adalah berkurangnya permintaan CPO oleh China dan India. Beberapa bulan ini, industri manufaktur di China memang melambat dan inflasi India melambung.

Dorab E Mistry, Direktur Godrej International Limited, menambahkan, goncangan pasar saham di Eropa akan menekan harga komoditas pertanian. "Makanya, jumlah produksi harus dipikirkan, karena bila naik tinggi bisa menekan harga," jelas Dorab.

Namun, Dorab bilang, tetap ada peluang untuk menggerakkan industri kelapa sawit. Menurutnya, jika pasar stabil, harga bisa saja naik di kisaran RM 3.300 per ton pada Januari 2012 dan untuk pengiriman Juni 2012 tembus RM 4.000 per ton.

Apalagi, menurut catatan Dorab, salah satu produsen kelapa sawit dunia, yakni Malaysia, hanya akan berproduksi di kisaran 18,6 juta-19 juta ton pada tahun depan. Jumlah itu terbilang stagnan dibandingkan dengan tahun ini sebanyak 18,8 juta ton. "Produksi stagnan, tapi permintaan masih bisa naik, ini bisa mendongkrak harga," jelas Dorab.

Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), optimistis permintaan CPO akan terus naik, seiring tingginya kebutuhan untuk bahan pangan. Hal itu akan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produksi. "Secara nasional, produksi naik menjadi 25 juta ton pada tahun 2012, tahun ini hanya 23,5 juta ton," terang Joko.

Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gapki menambahkan, pengusaha tidak khawatir dengan Eropa. "Karena pasar kami memang kecil," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×