Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perfilman Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan positif, namun masih menjadikan jumlah penonton sebagai tolok ukur utama kesuksesan film.
Padahal, di tingkat global, kinerja film biasanya diukur berdasarkan pendapatan kotor (gross revenue) melalui sistem Integrated Box Office System (IBOS).
Baca Juga: APSyFI Minta Pemerintah Kendalikan Impor untuk Amankan Pasar saat Lebaran Tahun 2026
Kritikus film sekaligus Dosen Universitas Bina Nusantara, Ekky Imanjaya, menilai Indonesia perlu segera menerapkan sistem serupa agar performa film dapat dinilai secara lebih objektif dan akurat.
“Selama ini Indonesia belum memiliki sistem IBOS yang bisa mengukur kinerja film dari sisi pendapatan kotor. Yang dijadikan tolok ukur masih sebatas jumlah penonton,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (12/11/2025).
Menurut Ekky, sistem IBOS seperti yang diterapkan di Hollywood atau Bollywood mampu menampilkan data penjualan tiket secara real-time dan terintegrasi.
Sementara di Indonesia, perhitungan pendapatan film masih dilakukan dengan cara sederhana—mengalikan jumlah penonton dengan harga tiket rata-rata.
Baca Juga: Satgas Cs-137: Walmart Siap Dukung Pemulihan Reputasi Produk Indonesia di Pasar AS
“Misalnya, kalau ada satu juta penonton dikalikan harga tiket Rp40.000, itu hanya estimasi. Padahal harga tiket di tiap daerah berbeda-beda,” jelasnya.
Ia menilai, metode semacam itu kurang valid dan menyulitkan peneliti maupun pelaku industri untuk mendapatkan gambaran akurat soal performa film.
Karena itu, ia mendorong adanya sistem IBOS di jaringan bioskop nasional yang dapat menyajikan data penjualan tiket secara lengkap dan terbuka.
“Jika akses datanya terbuka, peneliti film bisa mengetahui jumlah penonton yang sebenarnya, bahkan bisa memprediksi potensi penonton untuk film-film yang akan tayang,” imbuhnya.
Baca Juga: Kantongi Dana Rp 3,56 Triliun, Bukit Asam (PTBA) Tingkatkan Fasilitas Angkut Batubara
Lebih lanjut, Ekky menekankan bahwa penerapan IBOS juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, yang mewajibkan bioskop atau produser melaporkan jumlah penonton kepada pemerintah, dan pemerintah berkewajiban mengumumkannya kepada publik.
“Pemerintah bisa menggandeng berbagai stakeholder seperti Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI), peneliti, serta jaringan bioskop untuk mewujudkan sistem ini,” kata Ekky menutup.
Selanjutnya: Pemerintah Teliti Alas Kaki yang Dikembalikan AS karena Diduga Terkontaminasi Cs-137
Menarik Dibaca: Ramalan Cinta Zodiak Tahun 2026, Ada yang Bertemu Cinta Sejati
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













