Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. PT Pertamina (Persero) dinilai mampu untuk mengelola blok Mahakam secara mandiri. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI), Faisal Yusra bilang dari segi teknomik, Pertamina memang sangat sanggup mengelola Mahakam secara mandiri tanpa perlu menggandeng Total E&P Indonesie dan Inpex.
Apalagi sebagian besar proses pengelolaan gas di Mahakam sudah ditangani oleh Pertamina, seperti sektor hilirnya di PT Badak. "Ditambah dengan lapangannya yang bukan lapangan berisiko sangat tinggi. Secara teknis kompleksitasnya masih di bawah blok WMO yang sudah dikelola Pertamina dengan amat baik,"kata Faisal pada KONTAN, Senin (21/9).
Sementara dari sisi pendanaan, Faisal menyebut Pertamina juga sanggup berinvestasi untuk mengelola Blok Mahakam tanpa bantuan perusahaan asing. Apalagi blok Mahakam sudah berproduksi. "Kami butuh Rp 2 triliun gak masalah karena dapatnya Rp 3 triliun. Jadi masalah pendanaan tidak masalah karena bukan proyek baru," ujarnya.
Selain itu, FSPPB juga menyerukan agar segera menyelesaikan penandatanganan alih kelola dari Total E&P Indonesie kepada Pertamina sebelum akhir tahun 2015, untuk memanfaatkan waktu yang tersisa sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 agar menjadi masa transisi yang efektif.
Menanggapi tuntunan ini, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro bilang, saat ini Pertamina dan Total E&P serta Inpex masih membicarakan peluang untuk mengelola Blok Mahakam secara bersama-sama.
Selain tuntutan terkait blok Mahakam, FSPPB juga mengajukan beberapa permohonan kepada Pemerintah Republik Indonesia, diantaranya, pertama, tidak memperpanjang kontrak kerja sama dengan pihak asing di seluruh Wilayah Kerja di seluruh wilayah Nusantara yang akan berakhir masa kontrak pada saatnya nanti.
Kedua, memerintahkan Pertamina untuk bersiap diri dalam mengelola seluruh wilayah kerja yang sebelumnya dikelola melalui kontrak kerja sama dengan perusahaan asing.
Ketiga, memerintahkan Pertamina untuk tidak melakukan kerjasama bisnis yang tidak mengedepankan prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan termasuk sharedown kepada pihak asing yang mengajukan persyaratan yang tidak masuk akal dan merendahkan martabat serta kemampuan bangsa Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News