Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten pelat merah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN telah menerapkan kuota volume gas terhadap seluruh pelanggan imbas pasokan gas bumi yang susut dari sejumlah lapangan di sisi hulu kontrak kerja sama (KKKS). Keputusan ini dianggap dapat berdampak ganda (multiplier effect) bagi industri.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan, volume pasokan gas bumi yang disalurkan PGN merupakan hasil pembelian dari pemasok yang melakukan aktivitas produksi gas bumi di berbagai sumur gas.
Peran PGN adalah sebagai pengangkut gas bumi dan kemudian meniagakan seluruh volume yang dimiliki kepada pelanggan. Keputusan ini diambil untuk menjaga realibilitas dan keselamatan jaringan gas yang berisiko tinggi.
Baca Juga: Intip Saham yang Banyak Diburu Asing Saat IHSG Tertekan Selama Sepekan Ini
Saat ini, untuk menjaga realibilitas layanan, keamanan jaringan gas bumi serta pemerataan penyaluran gas bumi ke seluruh pelanggan, PGN selaku distributor berupaya melakukan yang terbaik untuk menyediakan volume gas bumi kepada konsumen domestik.
"Sesuai dengan seluruh informasi yang telah disampaikan kepada pelanggan, termasuk juga temu pelanggan yang telah dilakukan pada awal dan akhir Maret 2024, saat ini ditawarkan alternatif LNG sebagai substitusinya atau solusi paling feasible untuk pelanggan," kata Rachmat saat dihubungi KONTAN, Minggu (5/5).
Ia menambahkan, volume yang disediakan mengikuti permintaan yang ada dari pelanggan dengan aspek komersial yang tentunya mengikuti regulasi penetapan harga yang telah dirumuskan dari regulator, termasuk dinamika kondisi harga energi global terkini.
Baca Juga: SIG Catatkan Laba Sebesar Rp 472 Miliar pada Kuartal I Tahun 2024
Diberitakan sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyiapkan dua kargo LNG tambahan untuk PGN. Kargo gas alam cair itu akan ditarik dari Kilang Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi Suryodipuro mengatakan, PGN telah menyampaikan rencana untuk mengambil 2 kargo LNG pada triwulan ketiga tahun ini.
Tambahan kargo LNG itu diperlukan untuk menambal pasokan defisit gas pipa dari beberapa lapangan di kawasan Sumatra bagian tengah, Sumatra Selatan, dan Jawa bagian barat.
Untuk diketahui, beberapa lapangan yang mengalami penurunan salur gas itu di antaranya, Blok Corridor, PEP Sumatra Selatan (Regional 1), PEP Jawa Barat (Regional 2), PHE Jambi Merang, dan sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi di kawasan tersebut.
Perusahaan Gas Negara memproyeksikan kebutuhan permintaan gas bumi di Sumatra Tengah, Sumatra Selatan, dan Jawa bagian barat untuk 2024-2034 memerlukan penambahan pasokan gas hasil regasifikasi LNG sebesar 73 billion british thermal unit per day (BBtud) sampai dengan 355 BBtud.
Baca Juga: Jaga Pasokan Gas Bumi, PGN Gelar Pertemuan dengan Pelaku Industri
Estimasi itu mengambil 12% - 54% dari keseluruhan pasokan gas untuk permintaan pelanggan PGN di tiga kawasan tersebut.
Adapun, PGN juga menjalankan inisiatif untuk mengoptimalkan produk gas alam cair (LNG). Selain untuk memenuhi kebutuhan industri di tengah terus menurunnya produksi gas bumi, penetrasi produk energi masa depan ini juga menjadi bagian dari strategi untuk tetap tangguh menghadapi risiko geopolitik global yang sedang terjadi.
Direktur Strategi & Pengembangan Bisnis PGN, Rosa Permata Sari mengungkapkan, ada satu inisiatif yang saat ini sedang PGN dorong yaitu melakukan penetrasi pasar dengan LNG.
"Tentu ini perlu menjadi pertimbangan industri apabila ada kebutuhan industri yang tidak terpenuhi melalui gas pipa," kata Rosa.
Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, seharusnya PGN berkoordinasi dengan ESDM agar pasokan gas bisa terpenuhi karena dampaknya ke pelanggan.
"Ini akan multiplier effect, bisa ke produktivitas industri dan ujung-ujungnya ke perekonomian negara. Energi kan sumber yang sangat penting bagi industri. Jadi kalau terbatas ya mau enggak mau bisa terbatas produksinya," ungkap Rizal saat dihubungi KONTAN, Minggu (5/5).
Menurut Rizal, hal seperti ini seharusnya bisa diantisipasi. Jika k kuota volume gas ke pelanggan dibatasi bisa diartikan kondisinya sudah kritis.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Blue Chip Saat Kinerja LQ45 Tergelincir
"Harus bisa diantisipasi. Demand bisa diprediksi dan supply pun sudah bisa diprediksi. Kecuali ada force major, perang, atau hal di luar dari kehendak kita," tandasnya.
Pengamat & Praktisi Migas Tumbur Parlindungan mengungkapkan, apabila pasokan gas berkurang, PGN memang tidak bisa melakukan upaya lain. Hal tersebut lantaran keputusan adanya kuota agar bisa meratakan pasokan untuk semua industri.
Menurut Tumbur, kurangnya supply karena activitas upstream berkurang atau belum ditemukannya supply baru yang dekat dengan infrastructure PGN.
"Karena supply berkurang, industri pengguna mungkin harus mengurangi produksi mereka. Multiplier effect-nya sangat besar, bisa menyebabkan terjadinya PHK karena produksi berkurang," ungkap Tumbur saat dihubungi KONTAN, Minggu (5/5).
Baca Juga: Intip Saham-Saham yang Banyak Diborong Asing Saat IHSG Rebound Kemarin
Tumbur menilai, perlu dilakukan ?investasi di upstream dan harus ditingkatkan serta value chain di midstream and downstream harus dibenahi agar harga gas tidak terlalu mahal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News