Reporter: Filemon Agung | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) memastikan percepatan larangan ekspor bijih nikel yang semula dijadwalkan pada 1 Januari 2020 menjadi 29 Oktober 2019.
Menanggapi hal ini, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengungkapkan evaluasi masih terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
"Sedang melakukan kunjungan ke lapangan terhadap perkembangan pembangunan smelter," terang Agung di Kementerian ESDM, Selasa (29/10).
Baca Juga: Mulai Hari Ini, 29 Oktober 2019 Ekspor Bijih Nikel distop premium
Agung menjelaskan, kunjungan dan evaluasi ini sebagai bagian dari penentuan kebijakan ke depan seputar ekspor bijih nikel.
Sayangnya, Agung tidak merinci seputar percepatan larangan ekspor yang dikemukakan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Mengutip catatan Kontan.co.id, Menurut Bahlil, percepatan penghentian ekspor nikel untuk mendukung upaya hilirisasi.
Saat ini, harga ore hanya US$ 45 per ton. Jika pengusaha bisa mengolah di dalam negeri, harga bisa naik menjadi US$ 2.000 per ton.
Menurut Bahlil, rapat juga menyepakati tiga poin lainnya. Pertama, ore yang sudah ada hingga Desember 2019 akan dibeli oleh pengusaha (di dalam negeri) yang sudah memiliki smelter, dengan harga sesuai harga internasional yang ditetapkan oleh China, dengan dikurangi pajak dan biaya transhipment.
Baca Juga: Ekspor nikel ore dihentikan, BKPM: Selama ini rugi terus
Kedua, dalam proses pembelian tersebut, baik penjual maupun pembeli harus sama-sama melakukan ukur kadar.
Ketiga, sistem pembayaran juga akan terjadi antara para pembeli dan penjual. Pemerintah akan masuk ke dalam proses pembayaran, hanya apabila dibutuhkan dan hanya berperan sebagai mediator.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News