Reporter: Agus Triyono, Markus Sumartomdjon, Namira Daufina | Editor: Markus Sumartomjon
Salah satu janji progam ekonomi Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah membangun jalan tol laut. Langkah ini untuk mengoptimalkan lalu lintas barang lewat transportasi laut. Toh, Indonesia adalah negara maritim terbesar.
Menurut Carmelita Hartoto, Ketua Umum Indonesia Shipowners Association (INSA) program tol laut merupakan pekerjaan pembangunan yang berkesinambungan yang jalannya sangat panjang. "Bukan pekerjaan sehari dua hari karena tidak ada gunanya membangun tol laut dengan arus kapal barang yang tinggi namun tidak didorong produksi yang dapat didistribusikan,"katanya kepada KONTAN, Rabu (10/9).
Saat ini menurut Carmelita, industri di Indonesia Timur masih tertinggal dari Pulau Jawa. "Jika nanti pelabuhan sudah siap, kapal siap, pelaku usaha siap, namun industri di Indonesia Timur tidak ada hasil produksi, ya apa yang mau diangkut dari sana ke sini," tambahnya.
Pembangunan tol laut ini akan optimal setelah ada pembangunan industri dan infrastruktur di Indonesia Timur. Jika industri di sana telah hidup maka arus logistik barang bisa lebih ramai serta tidak membuang biaya.
Meski begitu, ia menghargai niat luhur dari Jokowi, yakni untuk meminimalisir biaya logistik yang kelewat tinggi menuju Indonesia Timur. Bahkan di beberapa tempat, seperti di Papua, harus memakai angkutan udara.
Nah, harapannya, adalah dengan transportasi laut, daerah yang terpencil bisa terjangkau serta menekan ongkos kirim.
Namun ide tol laut ini tidak tepat bila diterapkan sekarang. Justru yang terjadi adalah pemborosan.
Carmelita berhitung, jumlah kapal angkutan yang saat ini bolak balik dari dan ke Indonesia Timur sekitar 1.500 kapal. Saat balik dari Indonesia Timur, banyak kapal yang kosong.
Nah, bila jalan tol laut ini terealisair, dan diperkirakan jumlah kapal angkutan menjadi 3.000 kapal, "Pasti akan semakin banyak yang pulang tanpa membawa apa-apa," keluh dia.
Rocky J Pesik, Chief Executive Officer Caraka Group sekaligus pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang logistik memberi solusi sementara bagi pemerintah sebelum industri atau potensi ekonomi daerah tergarap.
Ia menyarankan, perlu ada perubahan pola logistik. Seperti mendekatkan sumber logistik ke konsumen. Misalnya, bila saat ini pengiriman beras dari Surabaya ke Papua harus menuju ke Makasar dulu, bisa diubah langsung dari Surabaya ke Papua. "Tapi jangan mengarah ke Papua Utara, tapi Papua agak ke Selatan, untuk mengurangi biaya logistik," tandas dia.
Dus, bila di wilayah ini belum ada pelabuhan, adalah tugas dari pemerintah untuk menyediakan sarana ini.
Akbar Faisal, Deputi Tim Transisi Jokowi-JK mengakui tantangan membuat tol laut memang besar. Makanya, saat ini timnya tengah membuat simulasinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News