kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45861,67   -2,73   -0.32%
  • EMAS1.368.000 0,59%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Luhut Sebut, Ada Starlink Tak Butuh BTS, Pengamat Singgung Ketidakpastian Investasi


Senin, 10 Juni 2024 / 10:51 WIB
Luhut Sebut, Ada Starlink Tak Butuh BTS, Pengamat Singgung Ketidakpastian Investasi
ILUSTRASI. Antena penerima sinyal internet dari satelit Starlink


Reporter: Ahmad Febrian, Sabrina Rhamadanty | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemunculan Starlink terus menjadi pembicaraan.  Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menkomarves), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, setelah ada Starlink,  base transceiver station (BTS) tak dibutuhkan lagi untuk akses internet. 

Sementara Menteri BUMN Erick Thohir kepada media menyatakan,  ingin memastikan setiap investasi yang masuk ke Indonesia harus memberikan manfaat bagi negara dan masyarakat. Erick mengatakan, investasi asing tentu harus memenuhi kewajiban dengan membayar pajak, membuka lapangan kerja, transfer teknologi, adanya perlindungan terhadap konsumen. 

Trubus Rahardiansah, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti menyatakan, pernyataan Luhut bisa memunculkan ketidakpastian iklim berusaha di sektor telekomunikasi. Saat ini  banyak perusahaan telekomunikasi, vendor perangkat, seperti Huawei, penyedia handset, ritel outlet penjual voucer maupun kartu perdana gelisah akibat pernyataan Luhut tersebut.

Baca Juga: Ada Starlink, Kompetisi bakal Makin Sengit

Sudah puluhan tahun dan investasi besar telah dikeluarkan perusahaan telekomunikasi guna mendukung program pemerintah menyediakan layanan telekomunikasi. Bukti nyata mereka hadir dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional sudah terbukti. "Apa pemerintah tak membutuhkan mereka lagi dan akan beralih ke Starlink," kata Trubus, dalam penjelasannya, Minggu (9/6). 

Jika Luhut benar-benar mengalihkan komunikasi di daerah 3T alias tertinggal, terdepan dan terluar menggunakan Starlink  Investasi yang dilakukan dengan menggunakan dana universal service obligation (USO) dan APBN akan sia-sia. "Justru itu akan membuka potensi kerugian negara yang jauh lebih besar,” kata Trubus.

Jika Luhut ingin perusahaan telekomunikasi dapat berkompetisi dengan giant tech global, ujar Trubus, pemerintah harusnya menyehatkan industrinya terlebih dahulu. 

Sementara Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI)  Marwan O. Baasir sebelumnya menjelaskan,  wajar jika keberadaan Starlink akan mempengaruhi dinamika industri telekomunikasi di Indonesia. "Pemerintah harus bisa melakukan pengaturan dengan mengedepankan adanya penerapan equal playing field yang sama dengan penyedia layanan telekomunikasi yang sudah ada di dalam negeri," ungkap Marwan kepada Kontan, Jumat (7/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×