kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Lulusan STM sukses berbisnis baja


Selasa, 16 Februari 2016 / 10:44 WIB


Reporter: Izzatul Mazidah | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Nama Budi Harta Winata sebagai seorang pengusaha konstruksi baja barangkali  belum banyak dikenal publik. Maklum, pemilik PT Artha Maas Graha Andalan, perusahaan jasa konstruksi baja di Cikarang ini baru merintis usahanya sembilan tahun lalu.

Namun, siapa sangka PT Artha Mas Graha dalam waktu sesingkat ini, dia bisa memiliki berbagai jenis usaha. Selain konstruksi baja, perusahaan yang baru berbentuk Perseroan Terbatas (PT) sejak tahun 2011 lalu juga berkecimpung dalam bisnis jasa angkutan, penyewaan alat berat, serta juga distribusi bahan baku besi.

Budi saat ini memimpin ratusan karyawan yang terdiri dari 500 karyawan di lapangan dan 70 orang staf. Semua kegiatan usaha ini dilakukan di lahan miliknya yang mencapai 20.000 meter persegi (m²). Budi mengklaim saat ini omzet usahanya sudah mencapai puluhan miliar dalam sebulan dari beragam jenis usahanya ini.

Saat berbincang dengan KONTAN Kamis (11/2) lalu, Budi buka-bukaan soal keberhasilannya membangun bisnis perusahaannya dalam waktu yang tak terlalu lama.

Menurutnya, meski jalan menuju sukses diraih kurang dari satu dekade sejak merintis usaha, namun perjuangannya untuk menjadi pengusaha seperti saat ini sangat berat.

Pria asal Banyuwangi ini bercerita, sebelumnya, ia tak pernah berhasrat menjadi pengusaha. Budi kecil bercita-cita untuk menjadi pelaut.  "Pekerjaan sebagai pelaut karena dianggap paling mudah untuk mencari uang," ujarnya.

Keinginan pria berusia 39 tahun ini untuk menjadi pelaut semakin kuat lantaran banyak saudara dan kerabatnya yang kerja menjadi pelaut, apalagi dia mengaku berasal dari keluarga dengan latar ekonomi sederhana sehingga sulit untuk mencicipi pendidikan tinggi untuk menjadi profesional dengan gaji besar.

Tapi, arah angin dan jalan hidup sama sekali tak membawa Budi pada cita-cita menjadi pelaut. Dia justru masuk Sekolah Teknik Menengah (STM) dan lulus pada tahun 1995.

Tak bisa kuliah karena tak memiliki biaya, Budi pun memilih merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Persinggahan pertamanya adalah sebuah kamar kos di kawasan Cilincing, Jakarta Utara.

Upayanya mencari pekerjaan dimulai dengan melamar  pekerjaan di perusahaan otomotif, tepatnya pabrik pembuatan velg di Sunter, Jakarta Utara. “Saya berdoa ketika itu agar bisa bekerja karena ingin menjadi orang kaya, ” ujar Budi sambil tertawa renyah.

Meski bersyukur diterima bekerja, tapi Budi merasakan kejenuhan yang luar biasa setelah tiga bulan bekerja.

Namun, hidup terus berjalan, Budi yang masih bekerja di pabrik velg kebetulan melihat sebuah proyek pembangunan di sekitar pabriknya bekerja. Di sana terlihat beberapa kontraktor sedang bekerja. Budi mengaku sangat terkesan dan berminat menjadi kontraktor dan bekerja dalam proyek konstruksi.

Namun, setelah bertemu dengan salah satu kontraktor di proyek tersebut, Budi harus kecewa karena latar belakang pendidikannya tak cocok bekerja di konstruksi.

Budi tak langsung putus asa. Kebetulan jalan hidup kali ini mengarahkan Budi merintis karier di bidang konstruksi. Dalam satu momen, dia mendapatkan brosur tentang sekolah drafter atau sekolah menggambar dengan materi belajar gambar menggunakan software autocad.

Selalu ada resiko yang harus dihadapi dalam tiap perjuangan. Begitu pula niat Budi untuk sekolah gambar.

Masih bekerja sebagai buruh pabrik dengan bayaran Rp 135.000 per bulan, Budi harus rela merogoh koceknya hingga Rp 1 juta untuk mengikuti pendidikan menggambar ini hingga selesai. "Akhirnya saya puasa, hanya mendapat jatah makan dari pabrik dan uang gaji fokus untuk membayar pendidikan saja," kenangnya.

Jalan terjal kembali menghampirinya. Budi yang baru tiga bulan bekerja di pabrik velg ini harus dipecat lantaran ikut dalam aksi demonstrasi karyawan dan dia pun dirumahkan dengan pesangon Rp 750.000.

Meski tanpa pekerjaan, pendidikan menggambar terus dijalani Budi. Sambil fokus belajar, Budi menerima tawaran untuk bekerja sebagai penjaga sekolah dengan upah Rp 1.000 per hari dan hanya cukup untuk makan sekali sehari.

Keuletan Budi mulai berbuah hasil, setelah selesai pendidikan menggambar, dia pun mendapat tawaran bekerja di perusahaan konstruksi.

Budi tercatat pernah bekerja di berbagai perusahaan konstruksi seperti PT Sand Enginering di tahun 1995, PT Koko Semesta pada 1996, PT Timas Suplindo pada tahun 1998.

Namun, pekerjaan menggambar ini justru lebih mirip sebagai pegawai kantoran ketimbang kontraktor. Alhasil, dia pun meninggalkan pekerjaan ini dan mulai kembali merintis asa lama menjadi pelaut.

Mulai dari tukang las

Budi mendapatkan tawaran untuk berlayar dengan kapal Malaysia. Alhasil, dia pun langsung membuat paspor dan berharap bisa ikut berlayar ke Negeri Jiran.Namun, nahas. Budi justru terjebak dalam perputaran bisnis pengangkutan kayu ilegal dari Kalimantan ke Malaysia.

Setelah mengetahui bisnis tersebut, Budi memutuskan kabur dari kapal dan terdampar di Pontianak dengan bekal uang 50 Ringgit Malaysia (RM).

Setelahnya Budi berjanji untuk berubah dan tidak gegabah mengambil keputusan. Dia pun pasrah untuk menerima pekerjaan lain setelah kejadian ini.

Tawaran pekerjaan pun datang di PT Tirtanugraha Cortrindo tahun 1998. Di perusahaan ini, Budi memiliki karier gemilang dan bisa bertahan hingga 10 tahun serta bisa memangku jabatan sebagai wakil direktur.

Hanya saja, pekerjaan ini tak membuatnya berpuas diri. Dia mengaku ingin merintis bisnisnya sendiri. Alhasil, pada Agustus 2007, Budi mengambil langkah yang cukup berani. Pengalamannya selama 12 tahun dalam bidang konstruksi membuatnya berani membangun bisnis sendiri.

Dengan modal uang pinjaman bank sebesar Rp 100 juta, Budi merintis usaha dan membuka toko besi dan juga memainkan peran sebagai tukang las dengan bendera usaha CV Arthamas Andalan.

Budi menjadi tukang las dan mempekerjakan tiga karyawan. Dia pun berusaha memberikan pelayanan yang baik kepada para kliennya.

Tak heran jika banyak orderan dan proyek yang datang silih berganti menghampirinya.

Lambat laun usaha yang dirintisnya makin berkembang dan  masuk dalam bisnis konstruksi baja dan renovasi bangunan.

Usahanya semakin berkembang karena proyek dari berbagai daerah pun mulai datang seperti dari Jakarta dan Cikopo.

Budi bilang perkembangan bisnisnya tak lepas dari maraknya pembangunan kawasan inudustri di berbagai daerah di Indonesia dan ada juga rekanan dari luar negeri salah satunya dari perusahaan Jepang.

Rencananya, dalam tiga tahun kedepan Artha Mas ingin mempunyai pabrik peleburan baja, karena selama ini perusahaan seperti ini di Indonesia hanya milik orang asing.

Selain itu, Budi juga tengah mengintip bisnis pariwisata. Budi dan beberapa rekannya tertarik membangun wisata waterpark skala internasional di Banyuwangi yang notabene adalah kota kelahirannya.

Saat ini, dia mengaku tengah melihat lokasi potensial untuk membangun wahana air kelas dunia di ujung timur Pulau Jawa tersebut.

Budi mengungkap rahasia keberhasilannya membangun bisnis. Menurutnya, dia menerapkan tiga prinsip dasar dan penting, yakni profesionalitas, modal dan relasi. Dia memperkirakan investasi untuk membangun proyek ini sekitar Rp 200 miliar.

Sisi profesionalitas dan modal disebutnya lazim dilakukan banyak perusahaan dan terbukti berhasil. Tapi, dia bilang ada pilar lain yang diterapkannya dalam membangun bisnis yakni relasi dalam bentuk silaturahmi. ”Saya rajin bersilaturahmi untuk mendapat relasi.” ujarnya,

Selain menjalankan tiga hal dasar, dia bilang selalu menerapkan nasehat orangtuanya untuk memperlancar urusan orang lain karena kelak urusannya akan dilancarkan juga.

 Selain menerapkan prinsip dasar dalam membangun bisnis, Budi juga memberlakukan pendidikan spiritual keagamaan kepada seluruh karyawannya.

Sebagai seorang muslim yang taat, Budi mengaku memberlakukan wajib sholat berjamaah sebagai sebuah budaya perusahaan.

Dia bilang ketika adzan sholat berkumandang, maka semua pekerja diperintahkan berhenti bekerja dan setelah sholat mereka bisa bertugas kembali. Tak hanya itu, setiap malam jumat, seluruh karyawan ikut pengajian bersama.

“Saya mencoba memperbaiki sisi pribadi karyawan agar memiliki kepribadian baik dan bekerja dengan baik oleh karena itu ruangan paling besar di kantor saya adalah mushola.”ucap Budi.

Kentalnya nuansa islami semakin terasa dengan adanya program umroh bagi karyawan setiap tahun dan dibuat secara bergiliran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×