kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -898,02   -100.00%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Masih dirundung berbagai masalah, industri tekstil mencari upaya untuk pulih


Kamis, 02 Desember 2021 / 19:24 WIB
 Masih dirundung berbagai masalah, industri tekstil mencari upaya untuk pulih
ILUSTRASI. Sejumlah pekerja memproduksi pakaian. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/hp.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil masih dirundung ketidakpastian. Beberapa perusahaan yang berkecimpung di industri ini pun harus bergelut dengan masalah keuangan dan menghadapi restrukturisasi kredit yang berujung ancaman pailit.

Tahun 2019 lalu, pasar dikejutkan oleh prahara yang dialami oleh Duniatex Group, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia. Hal ini bermula dari kegagalan anak usaha Duniatex, yaitu PT Delta Merlin Dunia Textile gagal membayar kupon obligasi dollar AS yang baru diterbitkan beberapa bulan. Padahal, Duniatex sudah cukup mendunia produknya di berbagai kawasan seperti Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika.

Emiten-emiten tekstil pun tak luput dari masalah. PT Pan Brothers Tbk (PBRX) misalnya yang masih berhadapan dengan restrukturisasi kredit dan gugatan pailit. Beruntung, beberapa waktu lalu gugatan pailit yang diajukan oleh PT Bank Maybank Indonesia Tbk kepada PBRX ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Ada pula PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) yang juga tengah menjalani restrukturisasi utang dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Sebenarnya, hari ini (2/12) nasib SRIL dan tiga anak usahanya ditentukan melalui voting atas proposal rencana perdamaian dalam rapat kreditur.

Baca Juga: Sempat terjegal pandemi, begini prospek bisnis hulu tekstil hingga 3 tahun ke depan

Namun, SRIL harus menjalani proses PKPU dan penyelesaian restrukturisasi yang lebih lama lagi. Pasalnya, atas permintaan kreditur dan arahan hakim pengawas, rapat kreditur sepakat untuk meminta perpanjangan PKPU bagi SRIL.

Asal tahu saja, berdasarkan hasil verifikasi tim pengurus PKPU, total utang SRIL dan tiga anak usahanya mencapai Rp 26 triliun. SRIL pun terancam delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) seiring dengan penghentian sementara (suspensi) perdagangan saham SRIL yang sudah berlangsung selama 6 bulan.

Ian Syarif, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengaku tidak bisa menanggapi langsung masalah yang mendera beberapa perusahaan tekstil tadi lantaran itu merupakan urusan internal.

Walau begitu, ia menilai bahwa pasar tekstil di Indonesia sebenarnya sudah mulai membaik. Ini tercermin dari tingkat utilitas pabrik tekstil yang berada di kisaran 70%--80% berkat bantuan program subtitusi impor 35% dari Kementerian Perindustrian.

Menurutnya, perusahaan tekstil yang berorientasi ekspor pun bakal sangat diuntungkan dengan adanya kondisi perang dagang antara AS dan China. Sebab, mereka akan kebanjiran order lantaran banyak negara kawasan Amerika dan Eropa yang menghindari ketergantungan produk dari China.

Alhasil, jika diberikan kesempatan untuk restrukturisasi dengan mempertimbangkan faktor kemampuan meraup penjualan, maka peluang pulihnya bisnis perusahaan tekstil yang sempat bermasalah secara finansial menjadi lebih terbuka.

Secara umum, industri tekstil saat ini dihadapkan pada tantangan seperti krisis energi global, kenaikan harga komoditas, hingga dampak berkelanjutan dari pandemi Covid-19. Tantangan lainnya yang bersifat jangka panjang adalah rencana penerapan pajak karbon. Ini membuat para pelaku usaha tekstil harus berubah untuk menjalankan bisnis yang berkelanjutan (sustainable) baik secara proses maupun hasil.

“Tentunya itu perlu investasi cukup besar dan kesadaran masyarakat untuk memilih produk yang sustainable yang mana harganya pasti jauh lebih mahal,” ungkap Ian, Kamis (2/12).




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×