kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Masuk Musim Giling, APTRI Klaim Produksi Gula Domestik Bisa Penuhi Kebutuhan Nasional


Jumat, 20 Mei 2022 / 14:53 WIB
Masuk Musim Giling, APTRI Klaim Produksi Gula Domestik Bisa Penuhi Kebutuhan Nasional
ILUSTRASI. Petani menaikkan tebu ke atas truk saat panen di kawasan Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (26/9). Masuk Musim Giling, APTRI Klaim Produksi Gula Domestik Bisa Penuhi Kebutuhan Nasional.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Memasuki awal musim giling gula, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyebut produksi gula pada musim giling ini bisa memenuhi kebutuhan gula secara nasional.

“Target pada musim giling tahun ini setidaknya meningkat dari tahun lalu, kita targetkan pada tahun ini bisa produksi 2,2 juta ton syukur kalau bisa mencapai 2,4 juta ton,” kata Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen saat dihubungi oleh Kontan.co.id, Jum’at (20/5).

Dia menjelaskan, kebutuhan dalam negeri terkait gula pada tahun 2022 mencapai sekitar 3 juta ton. Sementara impor pada tahun ini mencapai 1,1 juta ton dan ditambah dengan sisa impor pada tahun 2021 1,2 juta ton. Maka total gula pada tahun 2022 mencapai 4,4 juta ton.

“Dengan kondisi seperti ini maka, kebutuhan gula nasional dapat dikatakan cukup dan surplus sekitar 1,4 juta ton dan seharusnya kita tidak perlu impor pada tahun depan,” tambah Soemitro.

Baca Juga: Memasuki Musim Giling, Komisi IV DPR RI Minta Pemerintah Tekan Importasi Gula

Sementara terkait dengan kenaikan harga gula di pasaran, Soemitro mengatakan kenaikan harga gula di pasaran adalah hal yang wajar.

Dia menyebut, kenaikan harga ini adalah hal yang tunggu oleh petani dan produsen gula pasalnya lebih dari lima tahun harga gula nyaris di bawah produksi, karena permasalahan biaya pupuk dan tenaga kerja.

“HPP kita dari sejak 2016 adalah Rp. 9.100 per kg, dan tidak pernah mengalami penyesuaian kondisi hingga tahun ini, sementara harga pupuk meningkat dan sulit menemukan pupuk subsidi sejak tahun 2019, iklim juga kian tidak menentu,” tuturnya.

Sesuai perhitunganya, seharusnya pemerintah membeli gula petani dengan harga Rp 12.500 per kilogram (kg) dan diecer menjadi Rp15.000 per kg sejak tahun 2021. Perhitungan juga mempertimbangkan biaya pupuk dan tenaga kerja yang semakin mahal.

Baca Juga: Perkuat Ketahanan Pangan, PTPN V Distribusikan 12 Ton Minyak Goreng dan Gula Murah

Dia meminta agar pemerintah memperhatikan nasib petani gula. Pasalnya jika terus begini petani gula bisa saja beralih produksi komoditas lain. Sementara komoditi gula harus perlu ditingkatkan agar tidak lagi bergantung pada impor.

“Pupuknya saja sudah naik, tapi gulanya masak tidak boleh naik. Kenaikan ini sudah kami tunggu lima tahun terakhir. Jika kami terus ditekan dan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan keringat yang dikeluarkan masa petani akan mengganti komoditi lain yang lebih menguntungkan, kita akan tetap bergantung pada impor,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×