Reporter: Hikmah Yanti | Editor: Test Test
JAKARTA. PT Medco E&P Indonesia sedang mengajukan perpanjangan izin operasi pengeboran gas Blok A di Kabupaten Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam. Kontrak pengelolaan blok ini sedianya akan berakhir pada 2011.
Kini anak perusahaan PT Medco Energi Internasional Tbk itu masih menunggu keputusan pemerintah memperpanjang hak mengelola produksi gas di Blok A itu. "Kami akan mulai berproduksi pada 2010. Tapi selang satu tahun, izin kami sudah berakhir. Kami khawatir ini terlalu mendesak," kata Direktur Aset Produksi PT Medco E&P Indonesia, Budi Basuki, Selasa (9/9).
Sejauh ini, Medco memang belum sepenuhnya menyedot gas dari Blok A. Maklum, sampai saat ini Medco masih memasang berbagai perangkat dan peralatan pengeboran gas di blok tersebut. Lagi pula, perusahaan milik keluarga Arifin Panigoro ini baru tiga tahun ini memiliki blok itu setelah mengakuisisi sebagian saham Blok A milik ConocoPhillips.
Medco berniat membangun 20 sumur gas di Blok A Aceh. Total produksi gas dari 20 sumur gas itu adalah 125 juta kaki kubik per hari. Tapi sayangnya hingga kini, baru ada tujuh sumur yang selesai digarap.
Rencananya, Medco bakal menjual semua gas dari blok tersebut di dalam negeri. Mulai 2010 misalnya, Medco bakal memasok gas ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebanyak 15 juta kaki kubik per hari. Selanjutnya mulai tahun 2012, perusahaan gas ini akan memasok gas pabrik pupuk PT Pupuk Iskandar Muda II sebanyak 110 juta kaki kubik per hari.
Budi menambahkan, Medco saat ini juga masih menggarap ladang gas di Blok Singa, Lematang, Sumatera Utara. Gas dari ladang ini dipakai untuk memasok pembangkit listrik di Jawa Barat, mulai medio 2009 mendatang. Saat ini, proyek sudah masuk tahap konstruksi.
Medco harus mengucurkan dana lumayan banyak guna menggarap kedua blok gas tadi. Nilai investasi proyek Blok Singa mencapai US$ 135 juta. Sedang Blok A, nilai investasinya US$ 600 juta.
Maklum, gas dari kedua blok itu mengandung CO2 dan H2S yang cukup tinggi. Menurut Budi, kandungan CO2 di Blok A mencapai 20%-25% dan Blok Singa 30%. Itu sudah di atas kewajaran. "Makanya proyek ini perlu teknologi tinggi," tambah Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News