Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - POMALAA. Waktu sekolah dasar, murid selalu diberikan alasan mengapa dulu penjajah menjajah Indonesia. Ibu guru bilang, mereka mengincar rempah-rempah di negara kita.
Itu tidak salah, tapi mungkin boleh sedikit ditambahkan. Bukan hanya rempah, tapi juga kekayaan mineral yang terkandung di bumi pertiwi. Bahkan, lapisan tanah mulai kedalaman sekitar 10 meter pun bisa menjadi uang.
Kontan.co.id berkesempatan mengunjungi salah satu aset pertambangan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Pomalaa, Kabupaen Kolaka, Sulawesi Tenggara. Lokasi yang berjarak empat hingga lima jam dari kota Kendari tersebut merupakan tambang sekaligus pabrik pengolahan nikel menjadi feronikel milik emiten pelat merah tersebut.
Saat memasuki lokasi tambang, terlihat satu areal cukup luas yang berisi gundukan tanah yang menggunung. Itu merupakan area penyimpanan atau stockpile. Itu bukan tanah biasa. Banyak kandungan nikel di dalamnya.
Tak jauh dari stockpile, terlihat aktivitas crane yang memasukan berton-ton tanah ke dalam kapal tongkang. Ini merupakan tahapan awal ekspor bijih nikel Antam.
"Ada beberapa negara yang memang mengimpor langsung bahan mentah (masih dalam bentuk tanah) seperti itu," ujar Deputy Manager Unit Bisnis Pertambangan Nikel Antam Sulawesi Tenggara Nilus Rahmat, Selasa (8/5).
Areal tambang seluas 6 ribu hektare (ha) itu menghasilkan nikel dengan karbon kadar rendah (di bawah 1,8%) dan kadar tinggi (diatas 1,8%). Produksi keduanya ditargetkan masing-masing 3 juta ton dan 650.000 ton tahun ini.
Nikel kadar rendah kebanyakan diekspor. "Kadar tinggi kami gunakan sendiri," imbuh Nilus.
Nah, nikel kadar tinggi inilah yang diberikan nilai tambah. Antam mencampurnya dengan senyawa besi. Senyawa itu punya bahasa kimia fero.
Ketika keduanya tercampur, terbentuklah feronikel yang punya kegunaan sebagai bahan baku baja industri antikarat, baterai, elektronik hingga barang-barang keperluan rumah tangga.