kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.597.000   -12.000   -0,75%
  • USD/IDR 16.175   0,00   0,00%
  • IDX 7.166   -66,59   -0,92%
  • KOMPAS100 1.055   -9,60   -0,90%
  • LQ45 831   -12,11   -1,44%
  • ISSI 214   0,13   0,06%
  • IDX30 427   -6,80   -1,57%
  • IDXHIDIV20 512   -6,51   -1,26%
  • IDX80 120   -1,15   -0,95%
  • IDXV30 123   -0,75   -0,60%
  • IDXQ30 140   -2,07   -1,45%

Menakar Efek Pencabutan Kebijakan Kendaraan Listrik AS Terhadap Hilirisasi Nikel


Selasa, 28 Januari 2025 / 22:20 WIB
Menakar Efek Pencabutan Kebijakan Kendaraan Listrik AS Terhadap Hilirisasi Nikel
ILUSTRASI. Langkah Presiden AS Donald Trump untuk mencabut kebijakan pro electric vehicles (EV) dinilai akan berdampak pada hilirisasi nikel.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah presiden baru Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mencabut kebijakan pro electric vehicles (EV) atau mobil listrik dinilai akan berdampak pada hilirisasi nikel terutama nikel kelas 1 yang digunakan untuk baterai EV dari Indonesia.

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengatakan, kebijakan ini akan cukup berdampak pada target hilirisasi nikel Indonesia, ditambah dengan adanya penurunan permintaan EV di beberapa negara seperti Jerman, Eropa dan China. 

"Terkait (kebijakan) EV AS, pasti ada pengaruh, Indonesia produsen terbesar, kemudian kalau market goyang harga pasti drop, smelter (nikel) beberapa bisa shout down," kata Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin saat ditemui di Gedung DPR, Rabu (22/1).

Baca Juga: Paradoks Ekonomi Indonesia, Hilirisasi Dimanjakan tapi Industri Padat Karya Dilupakan

Ia menambahkan, saat ini produksi nikel dalam negeri juga telah dibebani oleh banyak tuntutan seperti ketentuan penggunaan energi hijau, hingga Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang wajib diparkirkan 100% mulai Maret 2025 ini. 

"Karena katanya harus green energi, tidak boleh pakai batubara energinya, kita terus diwajibkan menempatkan DHE SDA 100% di dalam negeri," tambah dia. 

Meidy menambahkan pada dasarnya permintaan EV meskipun sempat mendaki, pada tahun 2024 sudah tercatat turun, dan potensi penurunan akan terjadi lagi di tahun ini. 

"Permintaan (EV) sudah turun, bisa berlanjut (tahun ini)," kata dia. 

Senada, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti memprediksi kinerja pasar nikel secara global tahun ini akan kembali turun.

"Ini karena adanya perang dagang US-China dan kebijakan Trump yang anti clean energy investment yang terlihat menarik diri dari Paris Agreement," kata dia saat dihubungi Kontan, Jumat, (24/01). 

Lebih lanjut, Yayan mengatakan ekspor EV dari China ke AS diprediksi juga akan turun drastis karena Trump. Efek dominonya akan berdampak ke Indonesia sebagai importer nikel terbesar ke China. 

Baca Juga: Lawatan ke India, Menteri ESDM Ungkap Peluang Kerjasama Hilirisasi Batubara dan Nikel

"Kita importir (nikel) terbesar ke China kurang lebih 65%-nya. Maka moratorium (produksi) sangat penting untuk menjaga stabilisasi harga dan memperoleh nilai manfaat dari nikel," kata dia. 

Meski begitu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa punya pandangan berbeda. 

Ia mengatakan tuntutan menuju energi bersih telah membuat banyak pabrikan mobil Amerika mengembangkan EV dan akan terus berjalan meskipun Trump menarik dukungan terhadap EV. 

"Pertama, yang dicabut itu mandat EV, bukan melarang. Dan kita lihat banyak pabrikan mobil Amerika memang sudah bergerak ke arah situ. Seperti Tesla, Ford (Ford Motor Company) lalu General Motors (GM)," jelas dia saat dihubungi Kontan, Senin (27/01). 

Investasi EV dari luar ke Amerika, ungkap Fabby juga telah terjadi sebagai dampak dari inflection reduction act yang diberikan di era kepemimpinan Joe Biden. 

"Contohnya Stellantis, dan beberapa perusahaan lain termasuk juga perusahaan Korea. Dan mereka akan tetap menjalankan bisnisnya," kata dia. 

Untuk diketahui, Stellantis adalah produsen mobil asal Prancis-Italia. Mereka berencana membangun pabrik baterai kendaraan listrik (EV) di Kokomo, Indiana, Amerika Serikat (AS). Pabrik ini dibangun bersama dengan Samsung SDI, perusahaan teknologi asal Korea Selatan. 

Kepada dampaknya pada hilirisasi nikel dalam negeri, Fabby bilang saat ini 70% produski nikel Indonesia adalah nikel kelas 2 atau yang digunakan sebagai bahan baku stainlees steel, sehingga tidak akan terlalu berpengaruh pada penyerapan nikel kelas 1 yang digunakan untuk baterai EV. 

"Justru 80%-nya kan kita masih memproduksi nikel kelas 2 untuk stainless steel. Sedangkan 20%-30% nikel kelas 1 yang untuk baterai. Kalau dilihat pemerintah kan juga mendorong pembangunan pabrik baterai, masih bisa digunakan dalam negeri," jelasnya. 

Baca Juga: HRUM Menggenjot Bisnis Nikel Agar Laba Semakin Harum

Sebagai tambahan informasi, Joe Biden pada 2021 telah menandatangani instruksi yang menargetkan 50% mobil di Amerika pada 2030 adalah mobil listrik sebagai dukungan untuk penerapan energi bersih. 

Dalam perjalanan mencapai target ini, Biden sebelumnya telah menyiapkan dana US$ 5 miliar untuk mendukung pembangunan stasiun pengisi daya kendaraan listrik. 

Namun, kebijakan ini dicabut oleh Trump, pada Senin (20/1) dia menyatakan bakal menghapus kebijakan kendaraan listrik Biden yang tertuang dalam aturan Badan Perlindungan Lingkungan (EPA).

Dalam laporan Reuters, Senin (20/1) Trump juga menyebut akan mengambil tindakan lain terkait kendaraan listrik, termasuk berupaya mencabut keringanan pajak konsumen sebesar US$ 7.500 untuk setiap pembelian kendaraan listrik. 

Trump juga berjanji saat berkampanye untuk meningkatkan produksi minyak AS, bahkan saat produksi telah mencapai rekor tertinggi, dan membatalkan inisiatif energi bersih Biden, yang juga mencakup subsidi untuk tenaga angin dan matahari serta produksi massal hidrogen.

Selanjutnya: Fintech Lending Diburu Waktu untuk Penuhi Ekuitas Rp 12,5 Miliar, AFPI Beri Solusi

Menarik Dibaca: Catat Rekor Baru, Whoosh Layani 24.350 Penumpang dalam Sehari

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×