kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.587.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.370   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.155   47,14   0,66%
  • KOMPAS100 1.057   5,10   0,48%
  • LQ45 832   4,41   0,53%
  • ISSI 214   1,71   0,81%
  • IDX30 429   2,76   0,65%
  • IDXHIDIV20 512   2,62   0,51%
  • IDX80 121   0,63   0,53%
  • IDXV30 124   0,17   0,14%
  • IDXQ30 141   0,95   0,68%

Menang di WTO, Indonesia Masih Punya PR Pastikan Kedaulatan Sawit di Pasar Global


Minggu, 19 Januari 2025 / 19:38 WIB
Menang di WTO, Indonesia Masih Punya PR Pastikan Kedaulatan Sawit di Pasar Global
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/Spt. Kemenangan Indonesia atas Uni Eropa (UE) dalam sengketa kelapa sawit di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) masih menyisakan Pekerjaan Rumah.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemenangan Indonesia atas Uni Eropa (UE) dalam sengketa kelapa sawit di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) masih menyisakan Pekerjaan Rumah (PR) yang harus diselesaikan.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan dalam sengketa ini, pihak WTO menyampaikan bahwa mestinya EU dalam membuat kebijakan harus membicarakan terlebih dahulu dengan negara yang terkena dampaknya, dalam kasus sengketa sawit misalnya, adalah Indonesia.

Hal ini terkait dengan kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) UE yang telah dimulai sejak tahun 2021. Salah satu kebijakan dalam RED II adalah menghapus atau phase-out biodiesel sawit dari program biodiesel Uni Eropa (EU) mulai tahun 2021 dan tahun 2030 ditargetkan EU tidak lagi menggunakan biodiesel sawit.

Adapun, menurut UE, biofuel berbasis kelapa sawit dianggap sebagai produk yang berisiko tinggi terhadap peningkatan deforestasi, termasuk penggundulan hutan, penambahan lahan hingga peningkatan emisi gas rumah kaca.

Baca Juga: Masuk Program Satgas Hilirisasi, Pabrik Metanol untuk Biodiesel Bakal Digarap Swasta  

"Sekarang tergantung langkah kita selanjutnya, apakah mau dilakukan seperti Malaysia, yang memulai pembicaraan lagi dengan UE untuk menindak lanjuti (keputusan) ini," kata Ketua Umum Gapki, Eddy Martono kepada Kontan, Minggu (19/01).

Sebagai penghasil minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia, Indonesia merasa langkah ini akan berdampak pada perkembangan minyak sawit dan turunannya, baik di dalam negeri maupun di pasar global, Indonesia menilai langkah ini tidak adil dan merugikan.

Meski sudah menang, Eddy bilang, UE masih punya kesempatan untuk mengajukan banding ke WTO dalam waktu dua bulan ke depan atau periode 60 hari.

"Kecuali jika laporan panel WTO diajukan banding, laporan tersebut harus diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa WTO dalam waktu dua bulan," tambah Eddy.

Dan jika diadopsi, laporan tersebut akan mengikat antara Indonesia dan UE. Dan kemudian, UE akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghormati kewajiban tersebut.

"Para pihak biasanya mencoba menyepakati jangka waktu yang wajar bagi anggota WTO yang membela untuk mematuhinya. Jika ini tidak dapat disepakati, hal ini akan diputuskan oleh seorang arbitrator," tambahnya.

Terkait dampaknya kepada ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, dalam data Gapki ekspor CPO dan turunannya pada Oktober 2024 ke Uni Eropa masih mengalami kenaikan yaitu sebesar 294 ribu atau naik 27,83% dibandingkan ekspor pasa September 2024 sebesar 230 ribu ton.

"Untuk periode Januari hingga November atau sebelas bulan tahun 2024 ekspor (ke UE) adalah sebesar 3,65 juta ton. Dengan nilai ekspor mencapai US$ 3,34 juta (setara dengan Rp 54,71 miliar)," tambah Eddy.

Angka ini membuat Uni Eropa, masih masuk jajaran lima besar tujuan ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia. Setelah China, USA dan Pakistan.

Direktur Eksekutif PalmOil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) menyebut kegiatan advokasi, lobby,  dan edukasi terkait sawit perlu dilanjutkan terus agar posisi kemenangan ini tidak bergeser.

"Dan jangan kendur, Indonesia secara proaktif harus berdialog dengan EU, untuk mengkoreksi kebijakan diskriminatif sawit yang sudah terlanjur diterapkan EU," kata dia.

Sama seperti Gapki, Paspi menilai pengajuan banding bisa saja dilakukan oleh EU ?untuk menjaga eksistensi minyak nabati yang dimiki, seperti minyak rapeseed atau minyak kanola.

"Jadi harus ada antisipasi kemungkinan tersebut (banding). Perlu dilakukan Indonesia dengan memaksimalkan advokasi, lobby, dialog, edukasi baik oleh Goverment to Goverment (G2G) maupun Bussines to Bussines (B2B)," jelasnya.

Terkait hal tersebut, menurut Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan kemenangan Indonesia di WTO atas sawit memang memiliki potensi pada pengaruhnya kepada peningkatan ekspor CPO dan turunannya.

Namun, kemenangan di WTO bukan satu-satunya variable untuk mendorong kenaikan volume ekspor CPO dan turunannya di pasar global.

"Kalau ditanya ada potensi, ya ada (kenaikan ekspor). Kalaupun tidak ke Eropa, katakanlah ke Afrika, China, negara-negara besar yang memang masih membutuhkan CPO di Indonesia," kata dia.

Achmad juga menekankan bahwa selain sengketa di WTO, Indonesia harusnya lebih bersiap atas penerapan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang mulai berlaku 30 Juni 2026 mendatang.

"Tapi sebenarnya dalam gugatan ini pun, kan ada EUDR yang sebenarnya lebih rigid dan detail membahas deforestasi. Dan ini akan dilakukan tahun depan, meskipun sudah diundur satu tahun," tutupnya. 

Baca Juga: Subsidi B40 Diperkirakan Turun, Pengusaha Sebut Dana BPDPKS Masih Cukup

Selanjutnya: Kinerja Kredit Konsumer Bakal Menggeliat Seiring Turunnya Bunga Acuan

Menarik Dibaca: Perbanyak Fitur, Pengguna Super Apps BRImo Tembus 38,61 juta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×